Mohon tunggu...
Dr.Jody Antawidjaja
Dr.Jody Antawidjaja Mohon Tunggu... Dosen - Doktor Ilmu Hukum dan profesi Akuntan, dosen Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi serta pengamat sosial, sastra dan seni budaya

Penggiat Hukum Pajak, Ekonomi, Teater dan Sastra yang diawali sebagai aktivis Teater dan Sastra Bulungan yang terjebak sebagian besar waktunya sebagai birokrat dan dosen.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Untuk Maju, Negara Perlu UU Omnibus Law, Jangan Biarkan Terjebak dengan Kepanikan Pandemi dan Gangguan Oportunis

27 Oktober 2020   10:49 Diperbarui: 27 Oktober 2020   11:07 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Tb. Djodi R. Antawidjaja | dok. pribadi

Revisi UU PPh antara lain dilakukan pada pasal 2 terkait subjek pajak luar negeri. Pemerintah mengubah rezim perpajakan wajib pajak orang pribadi dari worldwide income tax system menjadi teritorial.

Warga Negara Asing yang tinggal lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan menjadi subjek pajak luar negeri, sedangkan WNI yang berada di luar Indonesia dalam periode yang sama serta memenuhi sejumlah persyaratan menjadi subjek pajak luar negeri. Keistimewaan diberikan pemerintah pada WNA yang memiliki keahlian tertentu yakni dengan memberikan insentif pembebasan PPh selama empat tahun sejak ditetapkan sebagai subjek pajak dalam negeri. Insentif bagi tenaga ahli asing itu diberikan dalam rangka menggenjot investasi (Pasal 4 UU PPh).

Langkah lain juga dilakukan pemerintah dengan memberikan pembebasan PPh untuk dividen dari dalam negeri maupun luar negeri yang diinvestasikan di Indonesia. Namun, khusus dividen dari luar negeri, penghapusan pajak dilakukan jika investasi paling sedikit mencapai 30% dari laba setelah pajak dan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tak diperdagangkan di BEI.

Poin-poin tersebut masuk dalam perubahan pasal 4 terkait objek pajak yang dikecualikan. Selain dividen, penambahan objek PPh yang dikecualikan mencakup setoran dana haji dan dana yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji, serta sisa dana lebih lembaga sosial dan keagamaan. Ketiga lembaga tersebut kini dibebaskan dari pembayaran PPh.

Tak hanya memberikan insentif, pemerintah meringankan sanksi dan denda perpajakan dengan mengubah sejumlah pasal dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sanksi administrasi atas keterlambatan pembetulan dan penyetoran pajak diubah dari sebesar 2% per bulan menjadi suku bunga acuan BI ditambah 5% dibagi 12 bulan. Dengan suku bunga acuan BI saat ini sebesar 4%, maka bunga atas sanksi administrasi menjadi 1,5% per bulan dari total kurang bayar pajak. (Pasal 8 UU KUP)

Di sisi lain, ketentuan imbalan bunga atas keterlambatan pembayaran pengembalian pajak yang harus dibayar pemerintah juga diturunkan dari 2% per bulan menjadi suku bunga acuan dibagi 12 bulan. Dengan kondisi suku bunga saat ini, maka imbahan bunga turun menjadi 0,33% per bulan. (Pasal 11 UU KUP).

Denda yang lebih ringan juga diberikan pemerintah pada ketentuan terkait pasal penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Dalam pasal 44B UU KUP, Menteri Keuangan Sri Mulyani dapat meminta Jaksa Agung menghentikan penyidikan paling lama 6 bulan sejak tanggal surat permintaan. Namun, penghentian penyidikan dapat dilakukan jika wajib pajak melunasi utang atau kurang bayar pajak ditambah dengan denda empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

Dalam omnibus law, besaran denda dipangkas menjadi tiga kali dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

Upaya pemerintah untuk membantu pengusaha dalam bidang perpajakan tak sampai di situ. Ketentuan pajak daerah yang selama ini menjadi momok bagi para pengusaha turut diatur dalam omnibus law.

Pemerintah menyelipkan satu bab terkait kebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan pajak dan retribusi dalam pasal 114 UU Cipta Kerja yang mengatur sejumlah ketentuan perubahan pada UU Nomor 28 Tahun 2009. Dalam bab tersebut, pemerintah pusat dapat mengatur tarif pajak dan retribusi daerah sesuai dengan kebijakan fiskal nasional.

Evaluasi juga akan dilakukan pemerintah pusat pada peraturan daerah terkait PDRB untuk menguji kesesuaikan antara ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kebijakan fiskal nasional. (Pasal 156A UU PDRD)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun