Mohon tunggu...
Dr.Jody Antawidjaja
Dr.Jody Antawidjaja Mohon Tunggu... Dosen - Doktor Ilmu Hukum dan profesi Akuntan, dosen Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi serta pengamat sosial, sastra dan seni budaya

Penggiat Hukum Pajak, Ekonomi, Teater dan Sastra yang diawali sebagai aktivis Teater dan Sastra Bulungan yang terjebak sebagian besar waktunya sebagai birokrat dan dosen.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Untuk Maju, Negara Perlu UU Omnibus Law, Jangan Biarkan Terjebak dengan Kepanikan Pandemi dan Gangguan Oportunis

27 Oktober 2020   10:49 Diperbarui: 27 Oktober 2020   11:07 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Tb. Djodi R. Antawidjaja | dok. pribadi

Dampak yang diharapkan para 'bowheer' demo jelas dapat diterka, bahwa demo yang akan digelar diharapkan akan menjadi berita besar keseluruh dunia, agar dunia internasional jangan lagi percaya kepada pemerintah Indonesia yang sah saat ini, menakut-nakuti para investor papan atas dalam menginvestasikan dananya ke Indonesia, juga niat pihak tertentu untuk membuat perekonomian menjadi turbulence, rush serta secara ekstrim berpeluang mengganti pemerintahan, yang pada gilirannnya para donatur demo tentunya ingin mendapatkan kekuasaan, maupun mempertahankan cara koruptif masa keemasan orde baru sebagaimana hasil ladangnya sebelum jaman transparansi seperti saat ini. Ibarat perang, musuh memanfaatkan momentum menyerang negara yang sedang kena musibah penyakit menular dan berharap gampang ditundukkan mumpung lagi lemah fisik dan ekonominya. 

Tujuan inti Omnibus Law adalah menarik investor dunia serta menuju perekonomian negara yang kompetitif, dengan menyasar pada tiga hal besar, yaitu UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM. Undang-undang ini diharapkan dapat memperkuat kebijakan moneter, inflasi yang relatif stabil, dan dapat mempercepat belanja infrastruktur. Tujuan utama dibentuk dan disahkannya undang-undang ini adalah agar penanaman modal asing dapat berjalan lebih lancar dan makin bertambah dengan kebijakan fiskal yang lebih akomodatif, kompetitif  dan berkeadilan. 

Masih ingatkan kisah kunjungan 33 pengusaha multinasional yang keluar dari China mau merelokasikan investasinya akibat perang dagang Amerika-China pertengahan tahun lalu? Ini sangat mengecewakan, karena kunjungan mereka ke Indonesia saat itu tidak satupun yang balik lagi. Sebanyak 23 memilih berinvestasi ke Vietnam, dan 10 lainnya memilih ke Malaysia, Thailand, dan Kamboja. 

Artinya, tak ada satu pun dari 33 perusahaan yang melirik untuk berinvestasi ke Indonesia. Sebagian besar memilih berinvestasi di Vietnam dengan alasan investasi di Indonesia proses perizinannya yang rumit, waktu yang panjang, dan tarif pajak yang mahal, dengan skor Ease of Doing Business (EoDB) atau kemudahan berusaha yang tidak mendukung. 

Kemudahan berusaha di Indonesia masih kalah karena jumlah prosedur yang harus dilalui mencapai 10 buah dengan waktu rata-rata 19,6 hari. Sedangkan Vietnam sudah mampu mencapai perizinan dengan 8 prosedur saja selama 17 hari. Tarif Pajak Penghasilan di Vietnam tahun lalu 20% dan per 1 juli 2020 yang lalu Vietnam menurunkan tarif PPh nya menjadi 15-17%. Sedang di Indonesia, tahun itu masih di tarif 25%, dan baru tahun ini dan tahun depan mulai turun ke 22%, yang selanjutnya 20% mulai tahun 2023.

Konsep Reformasi Perpajakan amandemen ke enam sejak tahun 1983 memang telah lama masuk prolegnas untuk dibahas tersendiri. Tapi momentum Omnimbus Law sudah melebur beberapa substansi dalam RUU khusus Omnibus Law Perpajakan yang rencana awalnya dibuat berdiri sendiri  ke dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang sekarang. 

Bahkan, mengingat perlunya kecepatan dan dinamika pengesahan UU sesuai dengan kepentingannya, beberapa poin penting RUU Omnibus Law Perpajakan sudah masuk dalam Perpu No. 1/2020 yang telah disahkan menjadi UU No. 2/2020. Sisanya, ditampung dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja. 

Begitu juga isu penting dalam RUU Omnibus Law Perpajakan mengenai penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% menjadi 22% untuk tahun 2020 dan 2021, yang kemudian menjadi 20% untuk tahun 2023 telah masuk dalam UU No. 2/2020. Pemajakan terhadap aktivitas ekonomi digital juga sudah masuk di dalam UU tersebut, sehingga dalam RUU Omnibus Law Perpajakan, hanya mengubah 4 hal pengaturan pokok yaitu peningkatan daya tarik investasi, keadilan dan kesetaraan berusaha, kualitas sumber daya manusia, dan kepatuhan pajak sukarela yang seluruhnya masuk pada klaster 5, Kemudahan Berusaha, pada Bab VI bagian ketujuh. 

Undang-Undang Omnibus Law merupakan momentum Indonesia keluar dari jebakan negara kelas menengah. Reformasi di bidang perpajakan sudah jadi keniscayaan untuk bergulir. Arah kemudi sudah saatnya berubah. Dimensi fungsi pajak yang biasanya lebih banyak ke fungsi penerimaan negara yang optimal (budgeter), untuk mendanai belanja negara, kali ini lebih kearah fungsi mengatur (regulerend) yang banyak berperan dalam kondisi mengutamakan stimulus ekonomi sekaligus juga menghadapi masa pandemi, sehingga tidak lagi memaksakan penerimaan pajak yang optimal. 

Tak kurang dari Dirjen Pajak yang memperkirakan berbagai kebijakan insentif pajak yang semula akan diatur dalam omnibus law perpajakan, akan memangkas penerimaan negara lebih dari 80 triliun. Klaster perpajakan dalam UU Cipta Kerja akan berpengaruh pada penerimaan negara tahun ini, Namun, kebijakan ini dibuat untuk meningkatkan kemudahan dan kepastian berusaha yang dapat berdampak positif pada penerimaan pajak dalam jangka panjang. Kemudahan dan kepastian berusaha, adalah kunci bagi investasi dan daya saing Indonesia. Secara tidak langsung, ini akan menjadi kunci perluasan basis pajak.

Omnibus Law Cipta Kerja dibidang perpajakan merevisi empat undang-undang  yakni aturan terkait Pajak Penghasilan, Ketentuan Umum Perpajakan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak dan Retribusi Daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun