Mohon tunggu...
dr Eka Fitria
dr Eka Fitria Mohon Tunggu... Dokter - Bekerja di Balai Litbangkes Aceh, ummi 2 anak, gemar berkebun, fotografi, jalan-jalan, bersepeda, kuliner, memasak, nonton, dan menulis.

Bekerja di Balai Litbangkes Aceh, ummi 2 anak, gemar berkebun, fotografi, jalan-jalan, bersepeda, kuliner, memasak, nonton, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Bersepeda dari Ujung Pancu hingga Kubah Masjid di Tengah Sawah

3 Maret 2019   00:56 Diperbarui: 3 Maret 2019   06:29 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam satu bulan terakhir ini tiap weekend saya dan suami mencoba cara baru dalam berolah raga, yaitu naik sepeda. Pertama kali bersepeda bersama dengan pasangan melalui rute yang tidak terlalu jauh dari rumah, kebetulan saat itu waktu sudah mejelang magrib. Apa yang kami rasakan? Ternyata ada kepuasan tersendiri dalam bersepeda. Bagi saya pribadi rasanya fisik tidak terlalu dipaksa jika dibandingkan dengan berjalan kaki atau jogging. 

Panorama Alam Menuju Kubah Mesjid Gurah (dok pribadi)
Panorama Alam Menuju Kubah Mesjid Gurah (dok pribadi)
Kali kedua kami mencoba rute yang lebih jauh sampai ke Ujung Pancu, Aceh Besar. Kenikmatan bersepeda semakin bertambah tambah rasanya dan waktu tempuh yang semakin jauh tidak membuat fisik kelelahan karena sepanjang jalan disuguhi oleh jamuan alamNya yang sangat memikat mata. Namun setelah 6 jam kemudian barulah kedua lutut dan tangan pegal yang lumayan "menyiksa".

Apa yang saya rasa tidak dirasakan oleh suami karena beliau sudah sering bersepeda dan fisiknya sudah terbiasa jadi tidak merasakan keluhan yang sama. Pijatan lembut dan semangat darinya akhirnya dapat menenangkan dan membantu pemulihan. Keesokan harinya saya masih bersemangat untuk bersepeda kembali. 

Mengapa bersepeda begitu menyenangkan? Ternyata selain menyenangkan, bersepeda memberi manfaat yang banyak untuk kesehatan. Beberapa manfaat bersepeda menurut Amazfit di antaranya, dalam 20 menit pertama mengayuh, hormon stres (kortisol) penyebab insomnia dilepaskan dari tubuh.

Pada menit ke 40, aliran darah dan oksigen meningkat ke otak, lalu pada menit ke 45 giliran hormon kebahagiaan (endorfin dan serotonin) yang dilepaskan kedalam aliran darah sehingga dapat meningkatkan mood. Apabila setiap jarak yang ditempuh selama 60 menit, maka kita sudah menurunkan risiko penyakit jantung hingga kurang dari setengahnya dari orang-orang yang tidak melakukan olah raga sama sekali.

Kubah Mesjid yang ditutupi kios penjual cinderamata dari kejauhan (dok pribadi)
Kubah Mesjid yang ditutupi kios penjual cinderamata dari kejauhan (dok pribadi)
Tidak terasa setelah lima hari menjalani rutinitas kantor, weekend kembali menyapa kami dan kami sudah merencanakan bersepeda kembali untuk keempat kalinya melalui rute lain yang kami harapkan dapat melewati tempat-tempat yang menyuguhkan panorama alam yang indah. Kami memutuskan untuk menuju ke Kubah Tsunami Gampong Gurah, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar. Dengan bantuan google map dan bertanya kepada warga sekitar akhirnya kami sampai juga di sana. Jujur saja ini adalah kali pertama kami datang ke tempat ini. 

Tampak dari jauh kubah masjid Gurah yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan yang terbuat dari kayu disekitarnya. Ternyata itu merupakan warung-warung tempat warga menjual cinderamata. Sebuah kubah masjid dengan berat puluhan ton yang logikanya tidak mungkin terlepas dan terdampar jauh ke tempat lain dapat kita saksikan di sini. Menjadi pengingat betapa dahsyatnya musibah tsunami di Aceh saat itu sehingga ia mampu membawa kubah masjid dari Desa Lamteungoh ke Desa Gurah ini. 

Bale-bale (dok pribadi)
Bale-bale (dok pribadi)
Seorang wanita paruh baya yang ramah menyapa kami dan beliau merupakan salah seorang penjual cinderamata di tempat itu.  Menurutnya, daerah ini  termasuk salah satu tempat yang paling berat terdampak tsunami karena terjangan gelombang tsunami di sini bersumber dari tiga tempat, yaitu Ulee Lheu, Lam Awe, dan Lampuuk.

Dikisahkan dahsyatnya tsunami mampu mengapungkan atap masjid hingga sampai ke desa mereka. Di sudut kiri atap masjid juga terdapat bangunan seperti bale-bale yang berisi foto dan gambar yang menceritakan sejarah tsunami berikut benda-benda yang masih tersimpan sebagai saksi sejarah tempat ini.

Sang ibu di kios cinderamata (dok. pribadi)
Sang ibu di kios cinderamata (dok. pribadi)
Setelah belasan tahun berlalu, masyarakat sudah bangkit dari kesedihan mendalam karena tsunami. Kehidupan harus mereka lanjutkan dan ekonomi harus menggeliat. Sekarang tempat ini menjadi salah satu tujuan wisata religi dari dalam maupun luar negeri selain PLTD Apung, Museum Tsunami, kapal diatas rumah dan beberapa tempat lainnya di Banda Aceh dan Aceh Besar. Masyarakat sekitar menghidupkan perekonomian untuk memenuhi kehidupan sehari-hari salah satunya dengan berjualan cindera mata ditempat ini. 

Timbul rasa penasaran, saya bertanya ke ibu tersebut apakah ramai orang yang berkunjung kesini mengingat lokasinya yang lumayan jauh dan sedikit tersembunyi. Di luar dugaan, ternyata tempat ini banyak dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara, seperti dari Singapura, Thailand dan Brunai Darussalam.  Jika pengunjung menggunakan bus, maka busnya harus parkir diujung jalan sana karena lokasi menuju tempat ini jalannya agak sempit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun