Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Enam Tahun Sebelum Pramoedya Ananta Toer Berpulang: Refleksi Aspirasi Pram Soal Pendidikan

7 Februari 2025   03:28 Diperbarui: 7 Februari 2025   14:10 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Infografis Pramoedya Ananta Toer: Kompas.com, Akbar Bhayu Tamtomo)

Seorang teman tiba-tiba singgah di sebelah saya, di tempat saya duduk-duduk sambil minum kopi. Dia lalu berkata,  " Gue ada novel nih, hadiah dari om gue. Mau baca gak lw?" 

Saya berjumpa pertama kali dengan karya Pramoedya Ananta Toer dari adegan tersebut, sekitar tahun 2011-an. Ternyata novel yang dimaksud itu adalah roman Bumi Manusia. Saya coba terima tawarannya. Siapa tahu ceritanya oke, pikir saya. 

Buku bernuansa hijau kuning dengan gambar dua wanita bersama dua pria sedang naik dokar itu pun saya baca. Walhasil, cara penulisan dan tema yang dituliskan oleh Pram di Bumi Manusia membuat saya terpukau. 

Saya merasakan dorongan untuk cepat-cepat melahap ceritanya. Selepas menghabiskan Bumi Manusia yang ternyata itu adalah tetralogi atau cerita yang  bersambung hingga empat buku, saya melahap judul-judul selanjutnya hingga judul lainnya di luar tetralogi tersebut. 

Pengalaman perdana saya membaca karya Pram itu tidak membuat saya mengenal istilah "Manikebu" atau pun kompleksitas "konflik politik" di sejarah sastra Indonesia yang saya ketahui jauh hari sesudahnya, dari "omong-omongan" rekan mahasiswa dan dosen. 

Pengalaman bergaul dengan karya Pram itu membuat saya mengenal nama-nama yang hingga sekarang masih terkenang di benak saya yaitu Wiranggaleng, Minke, TAS atau Tirto Ardi Suryo, Tunggul Ametung,  Darsam, Nyai Ontosoro, Arok, Dedes, Mpu Gandring, tokoh-tokoh epik yang diceritakan dengan begitu estetik oleh Pram. 

Cara penulisan Pram berhasil membuka jendela pengetahuan saya, bahwa karya sastra dapat menyajikan peristiwa sejarah menjadi kemungkinan fakta yang indah sebagai cerita.

***

Perjumpaan perdana saya dengan karya Pram datang justru dari ketidaksengajaan bahkan dari orang yang sama sekali tidak suka membaca buku. Ya, dari teman saya itu. 

Dia menghibahkan buku hadiah dari pamannya kepada saya, karena dia tidak suka membaca buku, apalagi novel. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun