Harzaid pun meninggalkan lembar koreksiannya. Ia bergabung ke ruang tengah dan memilih duduk di balik punggung pak Rianto. Ia khawatir kalau kakinya nanti melayang ke rahang Bohar.Â
Walau Harzaid sebetulnya juga ingin melaporkan, bahwa Bohar sering mengganggu siswa lain ketika di kelasnya. Bohar juga paling girang saat bel pulang. Â Tapi karena merasa sebagai tamu, Harzaid menahan sikap, menjaga jarak, dan tetap menyimak.
***
" Assalamualaikum! Wah ada apa ini." Salah seorang guru muncul. Tanpa terkesan hendak ikut campur, ia melintasi titik percapakan, lantas singgah di mejanya yang berlabel tulisan nama, Pak Surya.
" Sasur! ini ada anaknya Sasur bikin onar." Ucap Pak Masir kemudian kembali ke hadapan komputer di ruangannya.
Begitulah para guru memanggil Pak Surya yang guru agama. Dari Ustaz Surya, Staz Sur, dan menjadi Sasur.
" Oh, saya wali kelasnya ya?" Balas Pak Surya dari kejauhan, sambil melirik ke pusat perhatian. Wajah Bohar tiba-tiba saja menciut, cengar-cengirnya pelan-pelan menghilang.
"Sarul kamu harus bisa memaafkan sikap Bohar. Dan kamu Bohar, Â harus tulus minta maaf kepada Sarul," ucap pak Rianto sebagai nasihat penutup.
Sambil pelan-pelan mengambil tas dan jaket motor di kursi sebelah. Â Pak Rianto juga menyempatkan pamit kepada Pak Surya, Harzaid, dan Pak Masir.
" Makan siang dulu Pak," Â ucap pak Surya.
" Nanti saja Sasur, masih ada jam di sekolah sebelah," sahut Pak Rianto sabelum akhirnya lenyap dari ruang guru.