" Sarul! ada masalah apa kamu sama Bohar?" Giliran Sarul kena semprot Pak Masir. Sementara itu, Pak Rianto mengambil air minum di ruang belakang.
" Dia main-main air di tempat wudhu. Saya kena, Pak." Tutur Sarul terengah-engah. Ada gemetar pada bahunya. Matanya menyiratkan kekesalan.
 " Lah, kan gak sengaja!" pekik Bohar begitu tegas.
Perhatian Harzaid lagi-lagi tersita oleh sikap Bohar. Berani betul anak ini, menuding-nuding Sarul. Padahal Bohar baru kelas 10, secara fisik pun Sarul yang kelas 12 Â lebih besar, pikir Harzaid.
"Tadi kamu yang dorong lebih dulu! Kamu juga sengaja siram-siram air. Siswa lain juga banyak yang kena!" Pak Rianto menyela dari ruang belakang, kemudian kembali ke ruangan tengah, " mengakui kesalahan saja susah!" Sambung Pak Rianto.
 " Saya sempat mau  kirim dia ke guru BK. Bohar  itu di kelas tidur mulu kerjanya." Bu Inay melengkapi.
" Iya, iya, maaf Bu maaf." Â Ucap Bohar. Â
" Loh, itu bisa minta maaf? Ayo minta maaf sama kak Sarul itu!" Ujar bu Inay sekenanya, kemudian menghilang dari ruang guru bersama tasnya.
" Hei ! berikan tanganmu. Ayo Salaman!" Cegah pak Rianto.
 " Sarul,  kamu sudah bisa  memaafkan?" Tanya Pak Rianto. Seketika Sarul menyambut dengan gelengan kepala.
Harzaid tak menemukan penyesalan terkandung pada mata Bohar. Gelagat Bohar yang dengan cuma-cuma melakukan instruksi pak Rianto itu, membuat jantung Harzaid berdetak lebih cepat.