***
" Jangan mengelak terus! kamu sudah jelas salah!"
Perhatian Harzaid tersita pada suara sengau pak Rianto. Guru bahasa Inggris yang biasanya murah senyum itu tiba-tiba datang dengan wajah berang. Ada dua siswa yang menyertainya.
" Ini anak luar biasa bengalnya! saya sampai tidak khusuk!" Ujar pak Rianto sambil menuding, matanya mendelik, tertuju pada remaja di sisi kirinya yaitu si Bohar. Di sebelah kanan pak Rianto, ada Sarul, kakak kelasnya Bohar, berdiri dengan wajah memerah.
Pak Rianto kemudian menjelaskan sebuah perkara di masjid sekolah. Bohar ditemukan olehnya, sedang menenteng satu bongkah batu yang sepersekian detik lagi akan berlabuh di kepala kakak kelasnya itu. Untungnya, Pak Rianto sempat melerai.
Bu Inay berhenti melahap cemilan kue kering. Lalu berujar dari kursinya, " kamu lagi kamu lagi! Di kelas kamu, di masjid kamu juga?"
" Kalau tidak tahu awalnya, Sarul bisa saja disalahkan. Tapi saya tahu, Bohar cari perkara sejak awal." Â Tambah Pak Rianto.
Pak Masir, yang sejak tadi berkutat dengan komputer di ruangannya itu langsung bergabung ke ruang tengah. Sedangkan Harzaid hanya menyimak kejadian ini baik-baik.
 " Wah, memang luar biasa anak ini," ucap Pak Masir, guru Matematika yang juga Wakasek itu. Harzaid menangkap ekspresi Bohar, yang beberapa jenak menyunggingkan senyum. Terlihat sepetak ruang kosong pada barisan giginya.
 "Dasar ompong!" Hati kecil Harzaid berbunyi. Gerak-gerik Bohar begitu menyebalkan, karena menunjukan sikap meremehkan. Â
" Loh, kamu ini malah cengar-cengir! Kamu mau diskors?" Pak Masir naik pitam. Kemudian menggebrak meja di sebelahnya.