Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Pintu Ruang Guru Masih Terbuka

22 Juli 2021   17:47 Diperbarui: 30 Juli 2021   22:15 1373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen Pintu Ruang Guru Masih Terbuka. Ilustrasi: Pixabay.com

Siang sedang memuncak. Pintu ruang guru di hadapan Harzaid masih terbuka sejak pagi. Kilauan matahari jadi leluasa menyoroti kening Harzaid. Di luar sana, sekumpulan siswa menyudahi bermain bola seiring lantunan panggilan ibadah menggema.

Sungguh. Harzaid benar-benar tidak pernah menyangka kalau ada sekolah seperti ini di tengah kota. Muncul iri dalam hatinya, mendengar kawan satu kampusnya diterima magang di sekolah lain, yang dinding kelasnya dihinggapi ac, yang bersih-bersih kulit siswanya, yang memiliki ruang kantin megah, yang gurunya tidak perlu mengajar di banyak sekolah karena gaji tercukupi.

" Sekolah bobrok!" Keluhannya sedikit terucap. Untung saja tak ada siapa pun di sebelahnya. Hanya ada Pak Masir dan Bu Inay di meja guru ujung sana.

Apa yang mau diharapkan dari sekolah yang jauh dari ekspetasinya itu? Guru-guru dengan kerut di wajah, bangku kelas reot di sana-sini, gerombolan ayam kampung yang berkeliaran di halaman sekolah, lengkap dengan para siswa masyarakat bawah yang ogah-ogahan ketika belajar.

Harzaid jadi khawatir, kalau momen magangnya itu akan sia-sia bagi perkembangannya sebagai calon guru.

"Anda tak perlu jauh-jauh keluar pulau untuk mengabdi mencerdaskan bangsa. Berjuanglah di sini." Wajah dosennya itu muncul di benaknya. Dosen pengampu itu mengirimnya ke sekolah ini. 

Alhasil, tiap pagi ia harus melintasi rel kereta, lalu banyak-banyak permisi kepada ibu-ibu warga sekitar, karena lokasi sekolah yang terselip di pojok sebuah perkampungan.

Bersama tumpukan kertas itu, Harzaid terus menghayati bagaimana rasanya mengoreksi. Nomor demi nomor ditorehkan tanda silang, juga tanda ceklis. Pada saat masuk ke bagian soal uraian, ia terpukau pada soal yang berbunyi,

"UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa negara mempunyai hak penguasaan atas kekayaan alam Indonesia. Bagaimana pengelolaan kekayaan alam yang terkandung di wilayah negara Indonesia?"

Harzaid jadi tertawa kecil tatkala membaca pertanyaan hebat itu, mengingat desas-desus di ruang guru bahwa masih banyak siswa yang menunggak bayar SPP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun