" Tarian itu mengisahkan nilai-nilai keprajuritan,"  wanita wangi berhasil membuat fokus Qonia hadir kembali dalam percakapan. Rasa ingin tahu terhadap sejarah dan makna pertunjukan seni tari tradisional itu tergali dengan sendirinya. Sementara itu, suara nyanyian tiba-tiba berhenti. Iringan musik mengalun kian pelan.
" Â Apa benar meraka sampai trance? kesurupan, bu?
" oh janturan, Itu bagian dari pertunjukan, Mbak. "
" Mengandung kisah tertentu?
" Konon, itu akal-akalan saja Mbak, untuk mengelabui penjajah. Ini mau masuk janturan..Coba lihat."
   Pria berpakaian serba hitam hadir di tengah lapangan. Asap putih membubung dari belahan kayu yang dijunjungnya. Aroma dengan kesan magis merebak. Bunyi pecut bersahut-sahutan, disusul iringan gamelan yang mendadak lebih bertenaga. Sebuah lagu pun dinyanyikan dengan vokal sopran.
   Mimik dan sikap tubuh para penari berubah. Beberapa dari mereka menjangkang, bergerak perlahan-lahan, menyemuti meja sajian. Sejumlah penonton tiba-tiba ambruk, lalu tampak menggeliat. Beberapa dari mereka menyeruak kerumunan, bergabung ke tengah lapangan dan memamerkan suatu tarian.
  " Walah, temanmu ikut mendem! " Qonia tidak mendengar jelas celoteh wanita wangi. Qonia merasa gamang, menyaksikan Marsul bergerak tidak karuan. Sedangkan secarik kertas itu luput dari genggaman Marsul, lantas terperosok di tanah. Dan Qonia hendak memungutnya.
Marendra Agung J.W.
Maret 2021