Mohon tunggu...
Drajatwib
Drajatwib Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis amatiran

Menggores pena menuang gagasan mengungkapkan rasa. Setidaknya lebih baik daripada dipendam dalam benak, terurai lenyap dalam pusaran waktu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bahasa Simbol, Pentingkah Diperdebatkan?

25 Maret 2018   11:56 Diperbarui: 25 Maret 2018   14:18 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bicara blak-blakan gaya Suroboyoan dengan logat dan pisuhan khasnya buatku selalu lebih nyaman ketimbang bicara gaya etnis lain yang halus dan berbunga bunga. Setidaknya itu buatku lho ya. Entah buat orang lain. Apalagi orang orang politik dan para petinggi yang suka sekali menggunakan bahasa kode, bahasa simbol yang sering membuat bingung awam namun membuat para pengamat yang mirip peramal laku diwawancarai media massa. Berkomunikasi dengan bahasa lugas memang enak karena ada ketulusan dan keterbukaan, biasanya tanpa "tedeng aling aling", sehingga kita tidak perlu berpikir, mencari dan menebak nebak maksudnya yang kadang malah jadi sumber kesalahpahaman dan konflik.

Maksud Tersembunyi dari Bahasa Kode

Memang menggelitik kenapa para politisi suka menggunakan bahasa simbol ketimbang bahasa lugas. Mungkin bahasa lugas kurang diminati karena mereka punya rencana rencana sendiri yang tidak boleh atau tidak perlu dibuka secara lugas dan vulgar. Ada hidden agenda atau hal lain yang jika dibuka justru berdampak negatif entah bagi siapa.

Dalam ranah kompetisi dan kontestasi apapun bentuknya, pihak pihak yang menjadi peserta selalu berkeinginan untuk mencapai posisi puncak atau setidaknya dapat mengalahkan kompetitor dan merebut "status" sebagai "the winner". Ini menjadi hal lumrah, sebab tidak pernah terjadi sebaliknya kecuali "kekalahan" juga mempunyai makna yang tersembunyi untuk meraih kemenangan yang lebih besar. Lihatlah contoh sederhana ketika seorang pemain catur mengorbankan salah satu bidaknya demi mencapai posisi lebih bagus untuk menuju "skak-mat".  

Permainan seperti ini mungkin telah menjadi bagian dari sejarah kehidupan manusia sejak awal khususnya ketika ketersediaan sumber daya (resources) tidak seimbang dengan jumlah orang yang memperebutkannya. Sun Tzu dengan taktik dan strategi perang di zaman Tiongkok kuno merupakan salah satu bukti dari pentingnya penggunaan taktik dan strategi untuk memenangkan sebuah pertempuran. 

Kelihaian ber-manuver; keluwesan bersikap bahkan mungkin kepiawaian memainkan akting bak pemain sinetron merupakan bagian dari modal dasar yang menguntungkan. Terlebih otak encer yang mampu mengkalkulasi "permainan"; menganalisa berbagai kemungkinan dan mengarahkan strategi tindakan. Dalam gaya kontestasi demikian tentusaja aspek sikap, penampilan bahkan penggunaan bahasa "bersayap" menjadi penting karena berkaitan erat dengan strategi yang akan dimainkan, yang tentusaja sifatnya rahasia. Sikap, tindakan atau ucapan bisa saja menjadi sebuah aksi yang menyimpan berbagai rencana.

Bahasa Simbol atau Kita yang Terlalu Kepo

Media massa sejak lama melihat fenomena ini dan aktif mengemasnya dalam berbagai bentuk program, semisal dialog interaktif, wawancara pakar bahkan menjadikan tema bahasa simbol dalam sebuah perdebatan. Pendapat pakar selalu dihadirkan untuk mencoba menerka atau menganalisa bahasa kerennya, berbagai fenomena sikap-perilaku atau bahasa simbolik yang dilontarkan oleh seorang tokoh (politik atau penerintahan). Berbagai diskusi digelar untuk mencoba membongkar strategi yang disembunyikan dan dicarikan tandingannya.

Untuk siapakah keriuhan media membahas hal ini? Untuk masyarakat yang mana? Apakah masyarakat membutuhkan hal itu? Mendidik atau merusak? Atau sejatinya hal ini adalah sifat dasar kita semua sebagai manusia manusia yang haus dan selalu ingin tahu urusan orang lain. Saya curiga yang terakhir, mengingat toh acara dan tayangan seperti itu selalu berada dalam prime-time dan pendapat pakar seringkali dikutip dalam pembicaraan santai diwarung kopi. Sementara saya lebih suka nyeruput kopi single origin Indonesia dengan manual brew sambil diam mengamati orang orang asik ngobrol kesana kemari.

TWG253181252

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun