Mohon tunggu...
Drajad Hari Suseno
Drajad Hari Suseno Mohon Tunggu... Administrasi - Perawakan sedang

Wiraswasta, pernah bekerja sebagai Corporate Secretary di badan usaha jalan tol.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Benarkah Adanya "Markup Proyek LRT"?

25 Juni 2018   14:59 Diperbarui: 25 Juni 2018   15:08 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Kompas.com, 24 Juni 2018 memuat perbandingan nilai proyek LRT di Palembang, Malaysia, dan Filipina. Di Malaysia, biaya investasi LRT Kelana Jaya Line dihitung termasuk stasiun dan unit kereta sekitar 63 juta dollar atau Rp 817 milyar per kilometer. Malaysia membangun 34,7 kilometer dengan 25 stasiun, dan mengoperasikan 120 unit kereta.

Dengan asumsi yang sama, Filipina membangun LRT Manilla Line 1, yakni 77 juta dollar AS per kilometer atau setara dengan Rp 1,004 triliun per kilometer. Filipina mendapatkan jalur kereta sepanjang 23 kilometer, 14 unit stasiun, dan 108 unit kereta.

Di Indonesia, nilai investasi LRT Palembang per kilometer adalah 37 juta dollar AS atau senilai dengan Rp 484 miliar per kilometer. Indonesia mendapatkan jalur kereta sepanjang 23,4 kilometer, 13 unit stasiun, dan 24 unit kereta.

Perbedaan yang sangat mencolok adalah jumlah keretanya. Dengan besaran nilai investasi masing-masing, Malaysia mendapatkan 120 unit kereta, Filipina 108 unit, Indonesia hanya 24 unit. Jumlah ini tentu sangat jauh di bawah kedua negara tetangga. Pertanyaannya, berapa harga kereta per unit? Perbandingan spesifikasi ketiganya seperti apa? Mungkin itu hal-hal yang juga perlu dijawab oleh Kementerian Perhubungan sehingga tidak menimbulkan pertanyaan, termasuk tuduhan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, bahwa nilai proyek LRT di Palembang telah di mark up, terlalu besar.

Sebelumnya, Prabowo Subianto menyebut biaya pembangunan LRT 8 juta dollar AS per kilometer. Namun di Indonesia, melebihi jumlah itu. "Jadi pikirkan saja berapa mark up yang dilakukan pemerintah untuk 1 kilometernya. Jika 8 juta dollar itu saja bisa mendapatkan untung, apalagi 40 juta dollar? Karena saya mengerti hal ini banyak yang membenci saya," kata Prabowo sebagaimana dikutip Kompas.com.

Apakah dugaan atau tuduhan Prabowo itu masuk akal? Pemerintah tidak perlu kebakaran jenggot. Jadikan tuduhan itu sebagai bahan untuk introspeksi jangan-jangan memang benar nilai proyek LRT kemahalan. Tapi benarkah nilai investasi proyek LRT (termasuk keretanya) hanya sekitar Rp 8 juta dollar AS per kilometer? Rasanya nggak munkin juga semurah itu. Atau benarkah harga per kilometernya sebesar 37 juta (termasuk kereta)?

Sekedar perbandingan, biaya konstruksi jalan tol per kilometer di atas tanah (at grade) sekitar Rp 80 milyar atau 6,1 juta dollar AS, untuk jalan layang (elevated) sekitar Rp 150 milyar atau 11,5 juta dollar AS. Biaya itu murni untuk konstruksi, diluar pembebasan tanah.

Andai biaya konstruksi jalur LRT sama dengan jalan layang, atau sekitar 11,5 juta dollar AS, maka terdapat disparitas yang sangat jauh antara 11,5 juta dengan 37 juta dollar AS. Untuk itu, sekali lagi Pemerintah perlu terbuka megenai harga keretanya.

Perbandingan biaya konstruksi jalan layang dengan jalur kereta LRT memang apple to jeruk, bukan apple to apple. Hanya saja biaya sebesar 37 juta dollar AS per kilometer itu memang mengusik rasa ingin tahu orang.

By Drajad Hari Suseno

Referensi baca di sini. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun