Dari khazanah musik negeri sendiri keberhasilan itu bukan hal asing.  Lagu-lagu,  sebut saja misalnya dari God Bless,  Soneta, Koes Plus, Bimbo,  lagu-lagu dari era generasi Lomba  Cipta Lagu Remaja era 70-an, Ebiet G. Ade, Gank Pegangsaan,  Iwan Fals, Franky Sahilatua, Slank, Kla Project, Dewa 19. Â
Bahkan, Â Cak Nun bersama Kiai Kanjengnya di masa lalu, menjadi bukti bahwa keselarasan tersebut bisa dicapai. Â Disimak dari perkembangan musik Indonesia seperti telah disebut di muka, Â bagaimana posisi Gus Oqi?
Irama Kearifan
Di suatu kesempatan bincang-bincang dengan Gus Oqi, penulis cukup terkejut saat mengetahui  Gus Oqi ternyata tak  memiliki satu pun seniman atau musisi idola yang menjadi rujukan dalam mencipta lagu.
Gus Oqi, yang nota bene adalah pengasuh Pondok Pesantren An Nawawi, Tanara, Tangerang, tampaknya tipikal pencipta lagu yang membiarkan kreatifitasnya mengalir begitu saja tanpa ada dalih apapun.
Alih-alih sibuk membanding-bandingkan lagu ciptaannya dengan lagu-lagu lain yang telah ada dan laku di pasaran, Gus Oqi lebih memilih membiarkan intuisi  yang dimiliki, yang bertahun-tahun ditempa "milieu" pesantren, berproses dan bekerja sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah karya.
Dari proses kreatif seperti di atas inilah, lagu-lagu Gus Oqi kadang  penuh kejutan dan di beberapa lagu terdengar berbeda dari lagu-lagu yang kadung populer. Walhasil,  lagu-lagu Gus Oqi   kerap terdengar polos, lugu, dan bersahaja.
Selain itu, Gus Oqi  juga berani menyisipkan kosa kata yang tak biasa ke dalam  lagunya misal yang berbunyi "semangat surgaku" dalam lagu "Wanita Terindahku."
Di balik posisi kemusisian Gus Oqi, penulis mencium adanya sikap kesenimanan yang khas kaum romantik,  yang menekankan karya sebagai ekspresi diri dan menempatkannya sebagai  jalan satu arah  untuk  mencapai  kearifan.