Mohon tunggu...
Wahyu Triasmara
Wahyu Triasmara Mohon Tunggu... Dokter - Owner Klinik DRW Skincare

Seorang manusia biasa kebetulan berprofesi dokter yang ingin berbagi cerita dalam keterbatasan & kesederhanaan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama featured

Kematian Bayi Naila, Salah Siapa?

3 November 2013   14:23 Diperbarui: 12 September 2017   09:31 3481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Admin / Shutterstock

Malu dan sedih rasanya melihat dan membaca berita yang menjadi headline diberbagai media mengambil judul "meninggalnya bayi Naila di depan loket pendaftaran rumah sakit dipanguan ibunya". Malu karena lagi-lagi instansi kesehatan yang mendapat sorot pemberitaan miring, sedih karena bayi yang baru berusia 2 bulan itu harus berpulang ke sisiNya. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab terhadap masalah ini? apakah benar begitu kematian bayi naila karena sepenuhnya kesalahan pihak rumah sakit? jika benar memang sepenuhnya karena human error pihak rumah sakit, sudah sepatutnya dilakukan tindakan tegas pada rumah sakit tersebut, supaya kedepan tidak terjadi hal serupa lagi. 

Setidaknya ada beberapa poin yang ingin saya garis bawahi, melihat kasus ini tidak hanya dilihat dari sudut pandang informasi pasien saja, tapi berbagai sudut pandang lain supaya kedepan bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua. Ada beberapa poin yang harus diketahui juga oleh masyarakat, kenapa seringkali muncul berita yang seolah terjadi "penolakan" pasien dan berita miring lainnya. Berikut ini adalah pendapat saya pribadi melihat kasus naila dari sudut pandang orang yang juga bekerja di bidang kesehatan. 

1. Orang Tua Bayi Naila Punya Jamkesda (jaminan kesehatan daerah) 

Bayi sekecil itu (2,5 bln), dengan informasi mengalami gangguan pernafasan. Organ pernafasan pada bayi memang tidak sebaik orang dewasa, begitu juga sistem kekebalan tubuh anak juga masih rendah sehingga rentan untuk terserang penyakit. Dalam pemberitaan disebutkan orang tua memiliki jamkesda, tp disebutkan juga pada mulanya bayi tidak langsung di bawa ke puskesmas atau rumah sakit krn keterbatasan biaya. 

Ada sesuatu yang bertolak belakang, karena pengguna jamkesda notabene Gratis, jd tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak segera membawa anak ke puskesmas/rumah sakit. Seperti yang saya sebutkan diatas, jika anak-anak kekebalan tubuhnya masih sangat rendah, jika ketika sakit tak segera dibawa berobat kondisinya akan semakin jelek / menurun. Apalagi maslaah gangguan pernafasan yang merupakan kesehatan paling vital bagi seseorang. Tentu saja harus segera mendapatkan perawatan. 

2. Sistem Rujukan Puskesmas-Rumah sakit 

Karena tidak punya biaya, akhirnya orang tua hanya membawa ke bidan. Bidan tak sanggup menangani bayi naila sehingga mengirimnya ke puskesmas terdekat. Di puskesmas pun juga karena keterbatasan alat dan obat akhirnya tidak sanggup menangani pasien dan hanya membuat surat rujukan untuk dikirim ke RSUD yang lebih lengkap untuk layanan dokter dan peralatanya. Puskesmas sudah menyarankan dirujuk menggunakan ambulance, tapi orang tua menolak dan memilih menggunakan mobil pribadi milik tetangga. 

Patut juga dipertanyakan kenapa orang tua menolak dirujuk menggunakan ambulance. Sementara untuk kasus kegawatan demikian seharusnya rujukan didampingi oleh petugas paramedis yang dilengkapi peralatan bantuan hidup dasar seperti tabung oksigen, yang ada di dalam ambulance. Rujukan juga terpaksa dilakukan karena memang banyak puskesmas-puskesmas di negara kita tidak memiliki fasilitas dan obat yang memadai. 

3. Bayi Naila Antri Di Loket, Tidak Langsung Masuk UGD 

Bayi naila didaftarkan oleh orang tua di loket pendaftaran untuk pasien poliklinik dan rawat jalan. Bukan langsung masuk ke UGD ( unit gawat darurat) supaya bisa langsung ditangani. Bayi naila mendapat urutan ke 115, sementara saat itu pasien yang dipanggil baru urutan ke 95. Wow... untuk di poliklinik anak saja antrian sampai nomor 115, belum lagi poliklinik yang lain dimana tentunya pasiennya juga pastinya jauh lebih banyak. Bisa dibayangkan kondisi riuh ramainya rumah sakit itu, betapa sibuknya petugas administrasi rumah sakit harus melayani satu persatu pasien yang datang untuk periksa. 

Itulah salah satu keunggulan rumah sakit umum daerah, karena program pemerintah berobat gratis, bahkan orang yang tidak sakit pun pada akhirnya kadang juga ikut antri untuk periksa. Kondisi demikian membuat pasien membludak, saya sebagai petugas kesehatan bisa membayangkan betapa capek, dan konsentrasi petugas disana tentunya tak bisa fokus satu persatu karena biasanya semua pasien ingin didahulukan untuk dilayani. Itulah kenapa seringkali orang menyebut, berobat di rumah sakit umu daerah bukannya sembuh tapi malah tambah sakit karena antrinya begitu panjang. Tak dapat disalahkan juga pendapat demikian, karena setiap orang sakit pasti ingin segera didahulukan utk dilayani. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun