Mohon tunggu...
Dr Leila Mona Ganiem
Dr Leila Mona Ganiem Mohon Tunggu... Akademisi dan Konsultan Komunikasi

Doktor Ilmu Komunikasi, Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia. Saya menikmati penjelajahan berbagai isu terkait komunikasi, baik korporat, kesehatan, antarpribadi, dan antarbudaya. Yuk, Belajar Bersama dan Majukan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Pajak Tenaga Medis Buat Menangis

18 Maret 2025   07:07 Diperbarui: 18 Maret 2025   09:03 16355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokter Bersedih karena Pajak (Sumber: Dall-E)

Tulisan Puspita Wijayanti di The Jakarta Post (14 Maret 2025) tentang Tax trap for medical doctors: A crisis in fairness, menarik perhatian banyak pihak. 

Intinya membahas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 168/2023, yang menetapkan bahwa pajak penghasilan dokter dikenakan berdasarkan penghasilan bruto sebelum dikurangi bagi hasil dengan rumah sakit dan biaya operasional. Ini berarti, pajak yang harus dibayar tenaga medis juga meliputi pendapatan yang sebenarnya tidak mereka terima.

Akibatnya pendapatan bersih dokter jadi lebih rendah. Selain itu, biaya operasional seperti pembelian peralatan medis pribadi, pendidikan berkelanjutan, biaya izin profesi, tidak dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak.

Menurut saya yang perlu dicermati dengan hati-hati adalah dampak dari kebijakan ini pada pelayanan kesehatan pada masyarakat luas.

Memang dokter disumpah sebelum melakukan praktik kedokteran pada masyarakat. Isi sumpahnya adalah dokter akan membaktikan hidupnya untuk kemanusiaan. Bahkan, ada empat pilar etika luhur dari profesi kedokteran yang diinternalisasi terus menerus, yaitu hak otonomi pasien, melakukan yang terbaik untuk pasien (beneficence), menghindari melakukan hal yang merugikan pasien (nonmaleficence), dan keadilan, tetapi saya sangat khawatir prinsip mulia tersebut bisa jadi goyah dengan tekanan keadaan ini dan dampaknya berimbas pada masyarakat penerima layanan kesehatan.

Begini logikanya. 

Dokter yang tertekan dengan pajak yang tinggi bisa jadi akan menaikkan tarif konsultasi atau tindakan medis khususnya pada pelayanan kesehatan yang tidak disubsidi pemerintah. 

Kan ada BPJS.... Betul, ada BPJS!

Tapi tidak semua layanan kesehatan ditanggung BPJS. Maka, masyarakat yang berpenghasilan rendah makin sulit mengakses layanan kesehatan yang berkualitas. Masyarakat menengah akan pikir-pikir jika harus merogoh kocek lebih dalam. Masyarakat kelas atas akan pilih ke negara tetangga.   

Demikian juga masyarakat terpencil yang berkunjung ke dokter mandiri akan menimbang-nimbang untuk berobat. Di situlah mungkin ketimpangan akses kesehatan makin tajam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun