Mohon tunggu...
Reni Indrastuti
Reni Indrastuti Mohon Tunggu... profesional -

writing is a passion

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peran Keluarga untuk Bangsa yang Berkualitas

6 Agustus 2015   09:59 Diperbarui: 6 Agustus 2015   12:39 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Sewindu yang lalu saya menatap tespack bergaris dua dan merancang kata-kata yang pas untuk menyampaikan berita kehamilan tanpa menciptakan kegaduhan di ruang periksa di puskesmas tempat saya bertugas. Pasalnya hasil testpack itu milik seorang gadis SMA berumur 16 tahun, yang datang ke puskesmas diantar ibunya. Pemeriksaan yang berkaitan dengan keluhan si pasien belia ini tadinya hanya urin rutin sesuai indikasi dugaan infeksi saluran kemih, tetapi saya berinisiatif untuk menambah pemeriksaan pp tes atau tes kehamilan, mengingat saat anamnesis tadi si gadis berusaha menutupi riwayat keterlambatan menstruasi. Saya sudah berusaha mengatakan informasi itu dengan hati-hati, tetapi seperti yang saya bayangkan, sang ibu murka karena sulit menerima keadaan putrinya. Saya tak menyalahkan ibu tersebut. Saya mencoba menempatkan diri di posisinya, dan saya bisa turut merasakan bagaimana sakit hatinya. Putri cantiknya yang diharapkan menjadi wanita sholehah, terpelajar dan pintar mempersembahkan kenyataan pahit yang tentu menjadi suatu aib. Saat itu saya dibantu seorang perawat laki-laki berusaha menenangkan si ibu yang sulit mengendalikan diri, menampar pipi putrinya, mengguncang-guncang pundaknya meminta kepastian tentang hasil tespack tersebut, dan menginvestigasi tentang mitra putrinya dalam perbuatan seks di luar pernikahan tersebut.

Baru-baru ini saya dihadapkan pada kondisi yang sama. Seorang gadis manis berkerudung yang baru saja menyelesaikan ujian nasional SMP datang ke ruangan periksa dengan perut buncit dan susah buang air besar. Ia menangis seolah menahan sakit. Diagnosis sementara dokter poliklinik yang memeriksa sebelumnya adalah kolik abdomen dengan konstipasi. Tetapi naluri saya berkata lain. Kini pemeriksaan yang saya lakukan adalah ultrasonografi (USG), bukan testpack seperti saat saya masih menjadi dokter umum sewindu yang lalu. Setelah pemeriksaan USG yang saya kerjakan, otak saya bekerja keras menyusun kalimat yang pas untuk menginformasikan adanya janin berusia 27 minggu di rahim si gadis. Tentunya saya juga sudah bersiap-siap menghadapi respon ibu si gadis yang mungkin menimbulkan kegaduhan. Ternyata prasangka saya tak terjadi. Ibu si gadis menanggapi dengan datar, tak ada gerak-gerik radikal terhadap si gadis seolah-olah berita ini seperti menanggapi diagnosis influenza, penyakit musiman yang biasa. Wow, respon si ibu lebih mengagetkan daripada fakta kehamilan di luar nikah yang terjadi di usia remaja.

Saya tak dapat memastikan apakah respon seperti itu merupakan ujud pengendalian diri yang sangat sempurna dari seorang ibu tatkala menghadapi kenyataan yang pada umumnya adalah aib keluarga. Ataukah bagi si Ibu hal semacam ini adalah lumrah adanya dan sering dijumpai di lingkungan sekitarnya, sebuah kecamatan di pelosok provinsi Riau, yang harus menggunakan speedboat untuk mencapai Rumah Sakit Umum Daerah. Jika demikian adanya, sungguh memprihatinkan bahwa kita sedang menghadapi fakta krisis mental dari sebagian bangsa Indonesia. Dampak yang ditimbulkan akan menyangkut berbagai aspek kehidupan dan akan berlangsung jangka panjang. Ketika seorang pelajar putri hamil maka kesehatannya mungkin berada di titik rawan, dan bayi yang dilahirkan pun terancam dilahirkan dengan keadaan bermasalah. Aspek ekonomi yang suram sudah tampak di pelupuk mata bagaimana seorang remaja yang mestinya masih mengenyam bangku sekolah harus membina keluarga. Seorang remaja yang masih memerlukan didikan dan dipimpin orang tua dalam mengarungi kehidupan, kini terpaksa harus berperan sebagai ibu untuk mendidik calon anaknya.

Persoalan ini bukan menjadi permasalahan keluarga si gadis itu saja tetapi menjadi permasalahan bangsa, menilik fakta di Indonesia bahwa angka kehamilan di luar nikah pada remaja cukup tinggi, yaitu 20,9% . Ditambah lagi, menurut Presiden Jokowi pada puncak acara Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-22 di Tangerang Selatan, Banten 3 Agustus 2015 yang lalu, pada tahun 2020-2030 akan terjadi fenomena kependudukan yakni penduduk Indonesia akan didominasi usia produktif (70%), dan 30 persen sisanya adalah usia kurang dari 15 tahun dan di atas 65 tahun. Terminologi untuk menamai kondisi ini adalah bonus demografi. Bonus ini bisa menjadi bonus yang menguntungkan, namun bisa pula menjadi ancaman terhadap kesejahteraan bangsa Indonesia.

 

Bonus Demografi : Sejahtera atau Sengsara?

 

Tujuh puluh persen dari 250-300 juta jiwa adalah angka yang cukup fantastis untuk meraih keuntungan-keuntungan bagi sebuah negara, apabila penduduk usia 15-65 tahun tersebut menghasilkan produktivitas yang positif. Usia remaja dan dewasa muda menghasilkan karya dan prestasi yang berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Usia baya dan awal lansia dengan kesehatan prima akan tetap bekerja dengan baik serta terus menanamkan nilai-nilai moral yang luhur bagi anak-cucunya. Potret ideal ini akan menjadikan bonus demografi sebagai bonus kesejahteraan bangsa. Akan tetapi bahaya akan mengancam di depan mata jika tujuh puluh persen tersebut berkelakuan sebaliknya, melakukan hal-hal yang menjadi beban negara. Sudah sangat klise diketahui bahwa negara terbebani oleh dampak korupsi, kolusi, nepotisme, penyalahgunaan narkoba, kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, pergaulan bebas ataupun kriminalitas yang sebagian besar dilakukan oleh manusia Indonesia pada usia produktif. Contoh remaja putri hamil di luar nikah menjadi cambukan bagi kinerja Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) yang dipercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas.

Keluarga yang berkualitas tak akan terwujud jika dibangun oleh pribadi di bawah umur yang sarat kelemahan, yaitu ekonomi, kesehatan dan pendidikan yang lemah. Yang ada justru tercipta keluarga yang berkuantitas, karena sedikit yang disadarinya tentang multi fungsi keluarga. Baginya keluarga adalah wadah melahirkan anak-anak, dimana semakin banyak jumlahnya semakin ringan beban pekerjaan orang tua karena banyak yang membantu. Fungsi keluarga yang sering didengung-dengungkan BKKBN adalah fungsi agama, pendidikan, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosial dan budaya, ekonomi, dan lingkungan, Jika fungsi-fungsi tersebut dijalankan dengan baik, maka kualitas keluarga pun akan baik pula. Bisa dibayangkan jika tujuh puluh persen tersebut adalah penduduk yang berasal dari keluarga yang berkualitas, tentu bangsa Indonesia akan bergerak melesat menjadi bangsa yang mumpuni. Bangsa yang mumpuni akan berkembang cepat meraih kesejahteraan.

Oleh karenanya kematangan suatu keluarga sangat penting untuk melahirkan generasi yang berkualitas. Kematangan ini menyangkut segala hal baik kriteria usia pasangan yang ideal untuk menjadi orang tua (21-35 tahun), ekonomi, sosial budaya dan mental spiritual. Negara sendiri sudah menyediakan wadah untuk mempermudah masyarakat mewujudkan keluarga yang berkualitas melalui program-program BKKBN. Luncuran terbaru yang bergenre modern adalah akronim GENRE atau Generasi Berencana. Genre sangat potensial menjadi bagian dari revolusi mental yang menjadi ide Kepala Negara kita untuk mengadakan perubahan mendasar ke arah yang lebih baik bagi bangsa Indonesia. Kenapa Genre potensial? Sebab sasaran program Genre adalah remaja. Ini diharapkan menjawab persoalan-persoalan negara yang berakar pada masalah di kalangan remaja. Dan tentu saja ini sangat relevan untuk menyongsong bonus demografi beberapa tahun lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun