Mohon tunggu...
Pandapotan Silalahi
Pandapotan Silalahi Mohon Tunggu... Editor - Peminat masalah-masalah sosial, politik dan perkotaan. Anak dari Maringan Silalahi (alm) mantan koresponden Harian Ekonomi NERACA di Pematangsiantar-Simalungun (Sumut).

melihat situasi dan menuliskan situasi itu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Kartini Menjadi Kartono

21 April 2018   09:33 Diperbarui: 21 April 2018   09:44 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi (pribadi)

Secara kebetulan penulis bertemu dengan seorang teman lama, tadi malam. Sengaja identitas teman lama yang sudah 7 tahun tidak ketemu ini disamarkan. Sebutlah namanya Kartono. 

Penyamaran identitas ini hanya semata-mata untuk menjaga privasi saja.

Sekitar 7 tahun silam, sosok Kartono terkenal dengan energik. Profesi terakhir yang digelutinya, bekerja sebagai profesionalisme di sebuah perusahaan surat kabar ternama di Kota Medan. Jabatannya kala itu Redaktur Olahraga merangkap Koordinator Liputan Daerah (Korda).

Di tahun itu pula, dia menikah dengan seorang wanita yang juga berprofesi sebagai wartawan radio. Seiring waktu berjalan, dewi fortuna mungkin sedang singgah pada diri wanita yang telah menjadi istri Kartono ini.

Ya, istrinya itu lulus PNS dan ditempatkan di Pemko Binjai. Keberuntungan lagi-lagi berpihak padanya. Terakhir, sesuai penuturan Kartono tadi malam, istrinya kini telah menjadi seorang pejabat eselon IV di pemerintahan itu.

Yang ingin penulis tekankan, bahwa pekerjaan yang selama ini dikerjakan para perempuan di Indonesia justru kini sudah dikerjakan para suami, seperti Kartono teman lama penulis ini. Sebutlah misalnya memasak, mencuci (meski hanya sekadar mengantar ke loundry), termasuk menjaga anak-anak.

Agaknya mungkin ini sudah jadi kesepakatan mereka. Bahwa Kartono kini sudah tidak bekerja, berhenti mengerjakan aktivitas sehari-harinya sebagai pekerja profesional di sebuah perusahaan surat kabar di Medan. Kesehariannya dia habiskan untuk semua tetek bengek yang sejatinya dikerjakan seorang istri di rumah. Mulai mengurus rumah, menjaga anak hingga 'meladeni' istri.

Pertanyaannya, mengapa zaman seolah terbalik? Apakah istrinya tidak punya waktu lagi mengerjakannya? Jawabnya ada! Namun pekerjaan itu baru bisa (tetap) dilaksanakan setelah PNS pulang kantor jam 5 sore. Benarkah status dan keberadaan Kepala Rumah Tangga itu masih ada saat ini? Atau cuma sekadar 'embel-embel'? Entahlah.

Emansipasi sih, ya. Tapi ingat kodratnya. Karena rasanya justru seluruh pekerjaan istri kini sudah bisa dilakukan suami. Praktis, hanya melahirkan anak saja yang belum disanggupi 'Kartono' bukan?

Penulis hanya bisa menarik kesimpulan bahwa di balik suksesnya seorang istri, ada suami hebat di belakangnya. Dengan kata lain, di balik suksesnya Kartini ada Kartono yang hebat di belakangnya. Karena faktanya Kartini kini berubah jadi Kartono. Begitupun sebaliknya, Kartono sudah seolah-olah 'tersulap' menjelma menjadi sosok Kartini. 

Akhirnya selamat Hari Kartini untuk perempuan-perempuan Indonesia. Saran penulis kalau sudah jadi Kartini jangan pernah jadi Kartono. Karena Kartono tadi malam tetaplah sebagai Kepala Rumah Tangga. Semoga! (***)

Medan, 21 April 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun