Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hati-hati dengan Calon Pemimpin yang Bunglon

19 Februari 2017   09:51 Diperbarui: 19 Februari 2017   11:05 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bunglon, hewan yang mempunyai kapasitas untuk mengubah warna kulitnya. Perubahan itu  terjadi sebagai respon terhadap keadaan emosi tertentu seperti rasa marah, takut, perubahan cahaya dan suhu udara. Bunglon melakukan itu sebagai salah cara untuk mempertahankan hidup.

Ingat, sekali lagi inilah hanya seekor hewan. Karena itu, masuk akal kalau ini terjadi pada hewan karena ini adalah bagian dari siklus alamiah dari hewan tersebut.

Lantas, kalau karakteristik natural dari Bunglon ini sampai menjangkiti karakter manusia apalagi seorang calon pemimpin, maka pertanyaan mengarah kepada kredebilitas orang tersebut. Mengapa dia selalu berubah-ubah? Di mana letak integritasnya sebagai seorang pemimpin?

Kalau sebelum dia duduk di kursi pemimpin, dia sudah berubah-ubah pandangan dan bergerak dari kelompok yang satu ke kelompok lainnya, apalagi saat dia terpilih menjadi seorang pemimpin. Bisa saja, dia hanya memimpin berdasar pada kesukaan kelompok tertentu atau berdasar pada tuntutan kelompok tertentu. Kalau isu dari kelompok tertentu panas, dia pun ikut nimbrung ke kelompok tersebut untuk sekadar mencari simpati. Kalau kelompok lain lebih berpengaruh, maka dia masuk ke kelompok tersebut dan meninggalkan yang satunya. Jadinya dia memimpin tergantung moodorang lain, keinginan kelompok tertentu dan situasi teman-teman dekatnya.

Lebih lagi, kalau perubahan itu terjadi secara drastis. Dulu sebelum menjadi calon pemimpin, dia begitu getol mengkritik kelompok-kelompok tertentu. Namun setelah ditentukan sebagai seorang calon pemimpin, kekritisan itu hilang dan kemudian merangkul yang pernah dikritik. Memang tidak salahnya merangkul semua elemen masyarakat, tetapi integritas diri mesti tegak berdiri. Bukan dengan itu, sang calon sangat gampang menjual harga diri demi kepentingan kekuasaan.

Ambil misal, kalau sebelum menjadi calon pemimpin begitu getol menyuarakan kebhinekaan dan mengkritik kelompok-kelompok yang kontra-kebhinekaan, maka seruan ini mesti terus kuat saat memosisikan diri sebagai seorang calon pemimpin. Bukan sebaliknya, idealisme ini mengabur hanya karena kepentingan kekuasaan.

Karena itu, calon pemimpin yang bunglon mesti diwaspadai. Ini bukan hanya diwaspadai oleh lawan-lawan politiknya, tetapi juga teman politiknya. Ingat pepatah, “habis manis sepah dibuang.” Bisa saja, teman-teman politiknya pun akan menjadi korban selanjutnya dari calon pemimpin yang bunglon. Calon pemimpin yang bunglon itu kerap berubah-ubah tergantung pada situasi dan kondisi tertentu. Tentu saja, kondisi menguntungkan bersama teman politik akan membuat tetap tinggal bersama mereka. Tetapi kalau situasi politik tidak menguntungkan, dia akan mencari teman-teman politik yang lain.  

Sekarang mungkin dia mengikuti warna dan kondisi kelompokmu, mungkin besok dia mengikuti warna kelompok lain. Hati-hatilah dengan calon pemimpin yang bunglon karena kalau dia sudah menjadi pemimpin, dia bisa berubah-ubah. Bisa saja, janjinya sekarang adalah pro-rakyat, mengkiritisi kemiskinan dan ketimpangan sosial; namun setelah memperoleh kekuasaan, dia berubah menjadi yang pro-kapital dan tidak peduli dengan rakyat.

Sekali lagi, hati-hatilah dengan calon pemimpin yang bunglon.

#Salam Demokrasi 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun