AC Milan berhasil menundukkan rival sekotanya dalam leg kedua semifinal Coppa Italia (24/4/25) di stadion San Siro, Milan. Tak tanggung-tanggung, Milan menghantam Inter dengan skor 3-0 dan menjadikan agregrat 4-1 dari dua leg pertemuan antara kedua tim.
Kemenangan itu sangat spesial bagi Milan. Selain itu terjadi kontra rival abadi dalam "derby la madonnina", juga itu membuka kans Milan yang sementara ini berposisi ke-9 klasemen sementara Serie A Liga Italia untuk meraih satu trofi lain pada musim ini.
Sebelumnya, tim berjuluk Rossonerri itu sudah mengamankan trofi Piala Super Italia. Menariknya, trofi itu diraih setelah mengalahkan Inter (3-2) pada partai final yang berlangsung di Arab Saudi.
Terlihat bahwa performa Milan bermain kontra Inter sangat berbeda saat melawan tim-tim lain. Milan tampil lebih superior dan keluar dari bayang-bayang superioritas Inter seperti yang terjadi pada musim lalu.
Dari lima pertemuan musim 2024/25 ini, Milan berhasil meraih 3 kemenangan dan 2 hasil seri. Artinya, Milan seperti jadi momok bagi Inter dalam meraih trofi sekaligus mempertahankan trofi Serie A Liga Italia.
Pada musim ini, Lautaro Martinez dan kawan-kawan gagal menundukkan Milan. Dua kekalahan bahkan memupuskan peluang Inter mengangkat trofi.
Wajah Milan sangat kontras saat bermain dengan Inter. Milan tampil sebagai rival abadi yang mengoncangkan dan mengganggu upaya tim sekotanya itu merayakan sukacita di kota Milan atas raihan trofi di level domestik.
Lagi-lagi Milan mengkandaskan upaya Inter mendapatkan satu trofi. Milan sebelumnya sudah melakukan selebrasi atas trofi Piala Super Spanyol. Peluang keduanya adalah trofi Coppa Italia.
Terang saja, kekalahan dari Milan ikut menguburkan kans Inter meraih treble pada musim ini. Tertinggal dua peluang Inter dalam meraih trofi yakni di Serie A Liga Italia dan Liga Champions Eropa.
Akan tetapi, kans dua trofi tersebut cukup rumit. Pada semifinal Liga Champions Eropa, Inter akan menantang Barcelona. Barca adalah salah satu tim favorit untuk mengangkat trofi Liga Champions musim ini lantaran performa Barca yang lebih agresif di tangan Pelatih Hansi Flick.