Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pola Pikir yang Salah tentang Jadi Petani

28 Juni 2022   20:19 Diperbarui: 29 Juni 2022   15:07 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani (SHUTTERSTOCK.com/FENLIOQ)

Hari Minggu lalu (26/6/22) sambil memandang hamparan sawah tadah hujan di salah satu desa di provinsi bagian Utara Filipina, saya dan seorang bapak berbicara tentang situasi petani di desa itu. 

Kondisi pertaniannya hampir persis dengan kondisi petani di kampung saya di Manggarai, Flores. Bedanya, petani di sini umumnya bertani sewaktu musim hujan saja. Sejauh ini, belum ada gebrakan untuk membangun sistem irigasi. 

Saat ini di sini sementara musim hujan. Musim hujan menjadi musim bertanam.

Menurutnya sangat sulit untuk mendapatkan orang bekerja sebagai petani saat ini. Salah satu alasannya karena kondisi alam yang tak jelas. 

Kadang musim hujan begitu singkat. Belum lagi, jumlah badai yang bisa muncul 2-3 kali selama sebulan. 

Filipina termasuk negara yang kerap menghadapi badai setiap tahun. Hal ini kerap menjadi tantangan besar untuk para petani. 

Kondisi ini pun dibarengi dengan terbukanya banyak peluang kerja. Di desa itu dan desa-desa tetangga, peluang terbesar untuk bekerja adalah menjadi buruh bangunan. 

Tak sedikit anak muda yang lebih memilih menjadi pekerja bangunan daripada pergi bertani. Pasalnya, mereka bisa mendapat upah harian secara pasti, sementara upah dari hasil bertani sangatlah tak jelas.

Kalau menjadi buruh harian di lahan orang juga, upahnya lebih kecil bila dibandingkan bekerja sebagai buruh kasar bangunan.  

Akibatnya, setiap kali masa tanam, umumnya para pemilik lahan pertanian sulit mendapatkan tenaga kerja untuk menanam ataupun memanen hasil kebun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun