Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dua Pertimbangan Sulitnya WNA Jadi Pejabat

4 Februari 2021   16:30 Diperbarui: 4 Februari 2021   16:57 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: www. idntimes.com

Kejadian terpilihnya seorang warga negara asing (WNA) asal Amerika Serikat menjadi kepala daerah di salah satu kabupaten di Pilkada memantik pelbagai pikiran. Di balik pelbagai pikiran, satu pertanyaan yang mencuat ke permukaan.

Mengapa WNA itu sampai terpilih?

Sudah jelas-jelas, aturan main adalah yang boleh menjadi pemimpin lewat kontestasi politik seperti Pilkada adalah warga negara Indonesia. Ini adalah sebuah kecolongan besar dari sistem politik tanah air.

Menjadi miris ketika yang bersangkutan malah menjadi pemenang. Pukulan yang sangat besar bagi kandidat-kandidat lokal karena harus kalah dari WNA.

Keterpilihan dalam kontestasi politik bisa disebabkan oleh pelbagai faktor. Faktornya bisa berupa popularitas, program kerja yang ditawarkan, cara meyakinkan masyarakat dalam masa kampanye hingga berbagai macam janji politik yang meyakinkan.

Kendati demikian, memimpin sebuah konteks wilayah dengan pelbagai aspek kehidupan bukanlah perkara gampang. Seseorang pemimpin mesti sudah tahu dan kenal konteks yang akan menjadi wilayah kepemimpinannya. Karena itu, saya melihat tiga hal mendasar seorang WNA sangat sulit untuk memimpin sebuah konteks politik.

Pertama, Pertimbangan Budaya.

Seorang pemimpin mesti mengenal dengan baik konteks budaya yang akan dipimpinnya. Konteks budaya itu menyangkut cara hidup masyarakat. Termasuk di salah satunya adalah perihal berbahasa dan bergaul di antara satu sama lain.

Misalnya, soal berbahasa. Secara umum seorang WNA butuh waktu untuk memakai dan memanfaatkan bahasa Indonesia. Apalagi ketika masyarakat yang dipimpinnya cenderung akrab dengan bahasa daerah. Jadinya, seorang WNA harus berupaya menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah sebagai media untuk berkomunikasi.

Pada saat seorang WNA gagal menguasai bahasa yang dipakai masyarakat, pada saat itu pula dia bisa mengalami tantangan serius dalam membicarakan dan mewujudkan program kerjanya. Bagaimana pun, program kerja harus dikomunikasikan dengan baik dan jelas.

Barangkali seorang WNA sangat pandai berpolitik, seperti menciptakan kebijakan dan langkah-langkah politik. Namun, kebijakan dan langkah-langkah politik itu akan diterjemakan di dalam konteks budaya tertentu lewat bahasa yang dipakai masyarakat.

Belum lagi ketika WNA harus berhadapan dengan ritus-ritus adat yang barangkali berseberangan jauh dengan kultur dari mana dia berasal. Karena lebih mengandalkan rasio, ritus-ritus adat tidak dipedulikan atau dikesemapingkan. Padahal, adat juga menjadi bagian penting dalam sistem kerja seorang pemimpin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun