Akan tetapi, saya bingung akan peristiwa itu. Antara aku dan ayah tiriku. Bermula di pantai. Â Ketika aku berada di bangku kelas 2 SMA. Kira-kira setahun yang lalu. Ketika ayah melupakan statusnya dan siapa diriku.Â
Akhh, entahlah. Sangat sulit untuk kubicarakan. Namun, sejak pengalaman di pantai itu, ayah kadang mendatangi kamarku. Apalagi ketika dia sudah dirasuki alkohol. Sulit untuk berontak. Ancamannya begitu menakutkan.Â
Di balik pengalaman ini, saya juga menjalin relasi. Sebut saja namanya Yanto. Relasi yang terjalin dua tahun lalu. Kubiarkan Yanto menyentuhku. Atas nama cinta, tetapi penuh dengan rasa bersalah dan beban batin. Beban batin bukan karena usia kami, tetapi karena ayah. Ayah yang bukan darahku.
Kuketahui jika saya berbadan dua ketika aku tiba-tiba pingsan di kelas. Setelah di antar ke klinik sekolah, perawat sekolah mengatakan bahwa saya sementara mengandung seorang bayi.Â
Mengetahui itu, kepala sekolah memintaku untuk memilih berhenti dari sekolah. Bukan semata-mata hukuman. Demi kebaikan diriku dan bayiku. Syukurnya, Yanto tetap meneruskan sekolahnya.Â
Walau demikian, setiap kali Yanto datang ke rumah, dia membisu. Di balik kebisuannya, dia mau bertanggung jawab. Dia mau menjadi seorang ayah dari bayi yang dikandungnya.Â
Namun, di balik ketulusannya, saya juga bingung. Tentang ayah dari bayi yang kukandung. Ayah juga membisu karena melihat Yanto yang begitu percaya diri untuk menunjukkan rasa tanggung jawabnya.Â