Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Haruskah Merasa Terancam Ketika Junior Lebih Berkembang di Tempat Kerja?

15 Oktober 2020   12:47 Diperbarui: 18 Oktober 2020   23:25 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Fauxels via Pexel.com

Seorang teman begitu kesal gara-gara rekan kerja yang lebih junior dari dirinya dipromosikan lebih dahulu. Padahal, dia lebih dua tahun masuk ke tempat kerja itu.

"Bagaimana bisa dia yang baru masuk harus menduduki jabatan itu?", pikir teman itu.

Pastinya, pemimpin mempunyai pertimbangan dalam memilih junior untuk memegang jabatan baru. Pertimbangan itu kerap kali berada di luar jangkauan pikiran sebagai seorang senior. 

Jabatan itu menempatkan junior itu lebih tinggi dari teman itu. Karena begitu kecewa, dia tidak mengakui kelebihan juniornya itu. Juniornya tetap berada di bawah dirinya, walaupun jabatannya lebih tinggi darinya. Dia bahkan menilai bahwa pemimpinnya sudah pilih kasih di tempat kerja.

Pada satu sisi, tanggapan teman ini menunjukkan bahwa dia merasa terancam dengan pencapaian juniornya. Karena merasa terancam, dia tidak menerima kelebihan juniornya. Dia menolak kenyataan bahwa seorang junior bisa menjadi lebih tinggi daripada seorang senior.

Hal ini bisa menjadi persoalan serius di ruang kerja. Seorang senior bisa saja tidak akan menuruti pemimpin yang lebih junior dari dirinya. Bahkan, dia bisa menjadi batu sandungan bagi seorang junior dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin.

Relasi senior dan junior kerap terjadi di dunia kerja. Orang dikategorikan senior karena dia sudah bekerja lebih lama di tempat kerja tersebut. Sebaliknya, seseorang dikatakan junior karena pengalaman kerja di tempat itu masih pendek.

Bahkan faktor bekerja di tempat kerja yang satu dan sama juga bisa menciptakan relasi senior dan junior. Orang yang sudah lama bekerja di sebuah tempat kerja disebut senior.

Sementara itu, orang yang sudah lama bekerja di bidang yang sama tetapi di tempat lain, dan baru masuk di tempat itu, dia bisa dikategorikan junior. Senior dalam bidangnya, tetapi karena baru masuk di tempat kerja itu, dia harus terjebak pada kategori junior. 

Relasi senior dan junior kerap menciptakan pola pikir yang salah. Pola pikir itu berhubungan dengan soal kompetensi.

Bisa saja, seorang junior mempunyai kompetensi lebih daripada senior. Akan tetapi, karena faktor senioritas, junior kerap dipinggirkan dan perlu mengikuti irama kerja dan jejak kaki dari senior.

Apabil situasi seperti ini yang dimainkan, situasi tempat kerja tidak akan berkembang. Hanya karena kepentingan senioritas, faktor kompetensi dari rekan kerja terabaikan.

Suatu kali, kami terlibat diskusi yang cukup alot di dalam pertemuan komunitas. Seorang senior pun berbicara. Lalu, salah seorang teman bereaksi bahwa suara teman senior itu bisa menjadi kata final. Alasannya, dia berpengalaman dalam hal yang kami diskusikan. Dengan kata lain, dia adalah seorang senior.

Reaksi seperti ini mematikan ruang diskusi. Gara-gara faktor senior, diskusi bisa berakhir hanya karena suara seorang senior.

Padahal, suara seorang senior tidak selalu berisi poin yang bisa menjawabi topik diskusi. Suaranya hanya tambahan poin diskusi. Persoalannya ketika suaranya memperkeruh diskusi yang terjadi.

Seharusnya, kompetensi menjadi standar utama dalam relasi di tempat kerja dan di dalam sebuah komunitas. Yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan lebih mesti mendapat tempat untuk diapresiasi tanpa melihat statusnya sebagai senior ataukah junior. Yang mempunyai kompetensi lebih seyogianya dijadikan bahan pelajaran. 

Pendeknya, tidak boleh terjebak pada pandangan tentang relasi senior dan junior. Juga, tidak boleh merasa terancam pada keberadaan kompetensi junior dan peran dominannya di dalam ruang kerja.

Apabila seorang junior mempunyai kemampuan lebih, dia seyogianya diberikan tempat tertentu tanpa merasa kehadirannya sebagai ancaman. Kalau perlu, kompetensinya itu dijadikan bahan pelajaran untuk ikut bertumbuh.

Relasi senior dan junior tidak bisa dilepaspisahkan dari ruang kerja. Barangkali kita berstatuskan junior karena masa kerja kita yang masih pendek dari rekan kerja yang sudah lama masuk di tempat kerja kita. Tidak boleh merasa rendah diri.

Sejauh kita berkemampuan, kita perlu menunjukkan diri sebagai seorang yang bisa memberikan yang terbaik di tempat kerja. Hargai kepercayaan tanpa peduli pada tekanan senioritas.

Sebaliknya, andai kata kita berstatuskan senior karena kita sudah lama berada di tempat kerja, kita pun mesti menerima kemampuan yang dihadirkan oleh orang-orang baru ke dalam ruang kerja. Tidak perlu merasa terancam oleh kemampuan mereka. Bahkan kita bisa belajar dari kompetensi mereka, agar kita juga bisa bertumbuh menjadi pekerja yang kompeten.

Kita mengakui relasi senior dan junior. Yang paling positif dari relasi ini adalah kemampuan untuk menerima kelebihan satu sama lain, sekaligus keberanian untuk menasihati atas kekurangan. Dengan kata lain, relasi itu tetap dalam koridor saling belajar, tanpa merasa terancam karena kelebihan junior, dan tidak merasa rendah diri karena pengalaman seorang senior.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun