Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ketika Kunjung Masyarakat Hanya Saat Musim Pilkada

23 September 2020   15:15 Diperbarui: 23 September 2020   15:19 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Antara Foto/Nova Wahyudi via Kompas.com

Kampanye menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah kontestasi politik. Beberapa hari terakhir, kita disuguhkan pelbagai cara dari para calon politik yang bertarung di pilkada mengampanyekan diri kepada masyarakat.

Ada yang menunjukkan diri lewat poster dan itu ditempatkan di tempat-tempat strategis. Para calon pemimpin juga bersafari dari desa ke desa. Lalu, sebagian besar calon pemimpin juga memanfaatkan media sosial sebagai ruang untuk mengampanyekan diri.

Secara umum, kampanye merupakan upaya untuk menunjukkan diri kepada masyarakat. Dalam upaya itu, para calon pemimpin menyampaikan hal-hal yang seyogianya bisa menarik masyarakat untuk memilih mereka.

Semakin pandai seorang calon pemimpin mengemas kampanye politik, yang bersangkutan semakin melekat dalam ingatan masyarakat. Ujung-ujungnya, dia bisa menjadi pilihan masyarakat.

Hemat saya, kampanye terbaik adalah keterlibatan seseorang calon politik dalam keseharian hidup di tengah masyarakat. Kalau seorang calon politik sudah sering turun dan terlibat bersama masyarakat jauh sebelum pilkada, mereka sudah mempunyai nilai popularitas di mata masyarakat. Karena itu, masa kampanye menjelang pilkada hanya momen untuk mempertebal apa yang sudah dilakukan sebelumnya.

Seyogianya, seorang calon pemimpin tidak hadir pada waktu tertentu, seperti waktu sebelum pilkada. Kalau memang seseorang berniat menjadi pemimpin politik, dia sudah mulai membiasakan diri berada di tengah masyarakat. Terlibat aktif dalam kegiatan yang terjadi di tengah masyarakat.

Namun, kalau jarang terjun ke masyarakat, yang bersangkutan akan sulit mendapat simpati. Malah, sebaliknya dia dicuekin oleh masyarakat.

Saya masih ingat pendapat orang-orang dari sekampung ibu saya. Kebetulan salah seorang calon kepala daerah berasal dari kampung ibu saya.

Setahun lalu beliau sudah melakukan pendekatan kepada beberapa figur yang dinilai bisa menjadi rekannya dalam pilkada. Pilihannya jatuh kepada seorang yang sudah lama mengabdi di ibukota provinsi. Pernah menjabat sebagai direktur di sebuah bank.

Atas pilihannya ini, masyarakat dari kampung ibu saya malah begitu sangsi dengan pilihannya. Kesangsian mereka didasarkan pada popularitas dari figur yang dipilih tersebut.

Tidak terlalu dikenal masyarakat dan jarang mengunjungi wilayah pemilihan. Dengan ini, masyarakat tidak sekadar membutuhkan seorang yang berjabatan tinggi, tetapi faktor popularitas seseorang di mata masyarakat menjadi poin penting untuk memenangi sebuah kontestasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun