Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bisakah Tarik Rem Acara Pesta Nikah Tanpa Membatalkan Pernikahan?

18 September 2020   22:09 Diperbarui: 18 September 2020   22:11 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Flickr.com

Seorang teman mengirim pesan di WhatsApp. Dia mengabarkan kluster baru di kota kami. Lebih menakutkan saya bahwa kluster baru itu berada di sekitar rumah kami.

Saya pun cepat-cepat mengontak saudara-saudara saya tentang berita yang disampaikan. Ternyata kabar itu benar. Tentu saja, panik dan cemas memikirkan situasi di kampung halaman.  

Pasalnya, dengan kluster baru itu, kami berada di wilayah yang sama. Hanya dipisahkan oleh gang yang berbeda. Mengetahui itu, lantas saya meminta orangtua dan saudara-saudara di kampung untuk tidak seenaknya keluar rumah dan sekaligus menghindari keramaian.

Teman yang memberikan informasi tentang kluster baru itu juga menambahkan situasi yang terjadi. Selain keramaian kampanye menyongsong Pilkada, yang terjadi juga adalah acara pesta nikah.

Dia mengabarkan jika ada pesta yang mengundang banyak orang dan terjadi di halaman luas. Pastinya, pemilik pesta sudah berupaya untuk mengikuti protokol kesehatan, semisal menjaga jarak.

Namun, akankah hal itu berdampak untuk mencegah penyebaran virus korona?

Saya sedikit sangsi. Pasalnya, kebiasaan di masyarakat kami yang suka sekali berkumpul bersama kalau ada kegiatan bersama. Foto bersama tentu sulit terhindarkan. Belum lagi, acara bebas yang dikemas dalam rupa goyang bersama yang tidak bisa menghindari banyak orang menciptakan keramaian.

Acara goyang bersama menjadi salah satu momen yang dinantikan oleh orang-orang yang menghadiri pesta. Tanpa acara goyang bersama, sebuah pesta seperti sayur tanpa garam. Hambar dan tidak ramai.

Harapannya, goyang bersama ini tidak ada selama acara pesta. Akan tetapi, kalau acara itu ada, entah apa yang terjadi jika salah satu yang terlibat dalam acara itu adalah seorang yang sudah mengidap Covid-19.

Selepas pelonggaran masa karantina dan pemberlakukan sistem new normal, kegiatan bersama diperbolehkan lagi. Termasuk acara nikah.

Beberapa kali saya melihat orang-orang yang memposting keberadaan mereka di acara pernikahan. Tidak hanya di tempat ibadah, tetapi juga di tempat pesta.

Memang sulit mengontrol kehadiran seseorang di dalam sebuah acara pesta. Apalagi apabila ada ikatan kekeluargaan dan kekerabatan tertentu. Menolak undangan sama halnya tidak menghargai pengundang tersebut.

Maka dari itu, di tengah situasi pandemi, kesadaran dari mereka yang menghadiri pesta sangatlah perlu. Dalam arti, mereka perlu mengikuti protokol kesehatan dan menjaga diri dengan baik. Toh, keselamatan diri mereka dan keluarga mereka bergantung pada diri mereka sendiri.

Selain itu, saya pun berpikir bahwa apa bisa masyarakat tarik rem untuk melangsungkan acara pesta nikah tanpa menundah pernikahan itu sendiri. Saya kira ini sangat sulit untuk beberapa konteks tertentu.

Untuk konteks budaya tertentu, upacara nikah di tempat ibadah mesti berjalan bersama dengan acara pesta di aula atau juga di rumah. Sangat sulit memisahkan kedua momen itu. Dengan kata lain, orang belum merasa terbiasa menikah di tempat ibadah tanpa kehadiran banyak orang dan kemudian mencari waktu yang pas untuk melangsung pesta nikah yang dihadiri banyak orang.

Situasi di tempat saya tinggal di Filipina juga sama. Sangat sulit memisahkan acara pernikahan di gereja dan di rumah. Kalau sudah melangsungkan acara pernikahan di gereja, pasangan akan melanjutkan acara di rumah dan tempat resepsi. Biasanya, di rumah dan di tempat resepsi ada rangkaian acara yang memaknai pernikahan itu sendiri.

Karena tuntutan situasi pandemi, banyak pasangan yang menundurkan niat mereka untuk menikah. Lebih baik nikahnya ditunda, daripada dibatasi oleh aturan-aturan tertentu.

Di lain pihak, hemat saya, hal ini juga bergantung pada pola pikir dan tingkah laku. Pola pikir dan tingkah laku bisa diubah.

Misalnya, di tengah situasi pandemi. Upacara pernikahan tetap terjadi di tempat ibadah. Hal ini tidak perlu melibatkan banyak orang.

Akan tetapi, acara resepsi pernikahan yang melibatkan banyak orang mesti diatur sedemikian rupa. Kalau kondisinya kondusif, hal itu bisa dilakukan tanpa mengindahkan protokol kesehatan. Namun, saat kondisi berada dalam zona yang tidak nyaman, seyogianya acara ditangguhkan dan direncakan di waktu berbeda.

Memang sulit mengontrol perilaku masyarakat. Terlebih lagu, jika perilaku itu sudah terpola sejak lama.

Perubahan pola perilaku itu membutuhkan waktu. Maka dari itu, efek dari tarik rem berupa masa karantina atau pembatalan kegiatan bersama bergantung pada kesadaran masyarakat itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun