Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menikah Itu Bukan Hanya Soal Menjawab "Yes I Do!"

14 Desember 2019   18:37 Diperbarui: 15 Desember 2019   08:49 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Shutterstock via Kompas com

Pada sebuah perayaan nikah dalam konteks agama Kristen Katolik, ada salah satu bagian yang merupakan bagian tanya-jawab antara pemimpin upacara (pastor) dan pasangan yang menikah. Tanya-jawab ini merupakan bagian penting dari perayaan itu.

Pada saat itu, kedua belah pihak semestinya dengan yakin, jujur, dan mantap menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan menyatakan persetujuan mereka untuk menikah.

Keputusan menikah juga seyogianya buah dari proses disermen kedua belah pihak. Proses disermen itu serupa dengan upaya untuk mengevaluasi, menganalisis, dan menimbang pelbagai aspek yang memungkinkan seseorang untuk mengambil keputusan.

Tidak sampai di situ. Proses disermen itu juga bisa memungkinkan kedua pihak untuk memproyeksi konsekuensi seperti apa yang terjadi setelah menikah. Tujuannya, agar kedua belah pihak siap-sedia menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi.

Dalam konteks keputusan untuk menikah, pasangan yang mau menikah, laki-laki dan perempuan, sekiranya sudah mempertimbangkan pelbagai konsekuensi.

Mereka juga menganalisis apa yang terjadi kalau mereka tinggal bersama dan kelak mempunyai anak. Jadi, menikah itu bukan soal menjawab "Yes I do," di depan pemimpin perayaan, saksi nikah, dan orang-orang yang hadir dalam pernikahan itu.

Jawaban "Yes I do" dari pasangan yang menikah merupakan salah satu bagian penting dari perayaan nikah dari agama Kristen Katolik. Jawaban "Yes I do" ini bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan "Ya, Saya Bersedia."

Biasanya ada beberapa pertanyaan yang bertujuan untuk mengecek kesadaran, suara hati, janji, dan kesediaan pasangan untuk menikah. 

Kedua pasangan akan ditanyakan bergantian dan mereka diminta untuk menjawab secara jujur dan terus terang. Atas pertanyaan-pertanyaan itu, kedua belah pihak umumnya akan menjawab "Ya, saya bersedia."

Tetapi kalau jawaban yang diberikan sebaliknya, pernikahan bisa dibatalkan. Makanya jawaban "Yes I do" sangatlah penting dan sekiranya bermuara dari dalam hati kedua belah pihak dan merupakan buah dari proses disermen.

Jawaban "Yes I do" menunjukkan ungkapan kesediaan hati kedua belah pihak yang menikah. Jadi, jawaban ini bukan sekadar tanda setuju, tetapi ungkapan hati kedua belah pihak untuk hidup selamanya.

Dengan kata lain, jawaban itu terlahir karena pengalaman yang terjadi antara kedua belah pihak hingga berbuah pada kesepakatan untuk hidup bersama. Efeknya bukan untuk sementara waktu.

Jawaban itu berefek pada kesetiaan kedua belah pihak untuk hidup bersama untuk sekian waktu dan bahkan hingga akhir hayat. 

Konsekuensinya, apa pun tantangan dan kesulitan yang datang dalam kehidupan dari pasangan tersebut, kedua belah pihak bersiap untuk mempertahankan kebersamaan mereka.

Meski demikian, tidak jarang juga terjadi kalau jawaban "Yes I do" kadang hanya terucap di depan banyak orang. Jawaban itu tidak ditunjukkan dalam kehidupan nyata. 

Beda di bibir dan beda di hati. Jadinya, kehidupan suami-istri gampang berakhir walaupun berhadapan dengan persoalan yang bisa terselesaikan.

Makanya, menikah itu bukan hanya soal menjawab "Yes I do". Jawaban ini memang buah dari kesadaran dan kesediaan kedua belah pihak untuk menikah. Mereka memberikan jawaban itu karena mereka merasa diri cocok dan bisa hidup bersama.

Tetapi jawaban ini sebenarnya mensyaratkan beberapa konsekuensi untuk masa depan. Konsekuensi utama itu menyangkut kesetiaan dengan orang yang satu dan sama. 

Apapun yang terjadi, kesetiaan kedua belah pihak seharusnya tidak gampang digoyahkan.

Ya, kadang pasangan yang mau menikah tidak melihat konsekuensi lanjut dari "tanda setuju" mereka untuk menikah. 

Mereka hanya sampai pada tanda sepakat dan setuju untuk hidup bersama, tanpa melihat dan mencermati apa yang akan terjadi setelah kesepakatan dan persetujuan tersebut.

Seharusnya, menikah bukanlah sekadar menjawab "Yes I do" di hadapan saksi dan orang banyak. Tetapi persetujuan itu terlahir karena sudah tahu segala konsekuensi dan situasi yang terjadi setelah menikah. 

Apapun terjadi setelah menikah, kedua pasangan mesti mempertanggungjawabkan persetujuan mereka untuk menikah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun