Dengan kata lain, jawaban itu terlahir karena pengalaman yang terjadi antara kedua belah pihak hingga berbuah pada kesepakatan untuk hidup bersama. Efeknya bukan untuk sementara waktu.
Jawaban itu berefek pada kesetiaan kedua belah pihak untuk hidup bersama untuk sekian waktu dan bahkan hingga akhir hayat.Â
Konsekuensinya, apa pun tantangan dan kesulitan yang datang dalam kehidupan dari pasangan tersebut, kedua belah pihak bersiap untuk mempertahankan kebersamaan mereka.
Meski demikian, tidak jarang juga terjadi kalau jawaban "Yes I do" kadang hanya terucap di depan banyak orang. Jawaban itu tidak ditunjukkan dalam kehidupan nyata.Â
Beda di bibir dan beda di hati. Jadinya, kehidupan suami-istri gampang berakhir walaupun berhadapan dengan persoalan yang bisa terselesaikan.
Makanya, menikah itu bukan hanya soal menjawab "Yes I do". Jawaban ini memang buah dari kesadaran dan kesediaan kedua belah pihak untuk menikah. Mereka memberikan jawaban itu karena mereka merasa diri cocok dan bisa hidup bersama.
Tetapi jawaban ini sebenarnya mensyaratkan beberapa konsekuensi untuk masa depan. Konsekuensi utama itu menyangkut kesetiaan dengan orang yang satu dan sama.Â
Apapun yang terjadi, kesetiaan kedua belah pihak seharusnya tidak gampang digoyahkan.
Ya, kadang pasangan yang mau menikah tidak melihat konsekuensi lanjut dari "tanda setuju" mereka untuk menikah.Â
Mereka hanya sampai pada tanda sepakat dan setuju untuk hidup bersama, tanpa melihat dan mencermati apa yang akan terjadi setelah kesepakatan dan persetujuan tersebut.
Seharusnya, menikah bukanlah sekadar menjawab "Yes I do" di hadapan saksi dan orang banyak. Tetapi persetujuan itu terlahir karena sudah tahu segala konsekuensi dan situasi yang terjadi setelah menikah.Â
Apapun terjadi setelah menikah, kedua pasangan mesti mempertanggungjawabkan persetujuan mereka untuk menikah.