Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pentingnya Membangun Budaya Diskusi di Keluarga

22 Oktober 2019   15:55 Diperbarui: 24 Oktober 2019   21:33 872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi keluarga yang hangat membantu meluruskan persepsi anak/ilustrasi: www.republika.co.id)

Diskusi biasanya membuka pikiran dan melahirkan gagasan baru. Pendapat satu orang bisa saja digugat, dikritisi hingga diperkuat kalau ada diskusi. Bahkan diskusi bisa menciptakan pendapat baru yang berbeda dengan gagasan awal.

Tetapi kalau tidak ada diskusi, pendapat satu orang bisa menjadi motor tunggal yang menggerakan ide dan tingkah laku satu kelompok. Persoalannya, kalau tidak semua orang menyukai pendapat itu. 

Alhasil, orang menuruti pendapat itu karena paksaan dan tekanan tertentu. Atau juga, orang menuruti gagasan itu hanya untuk menyenangi pembuat gagasan.

Biasanya saat ide dan gagasan dipaksakan, hasilnya juga tidak maksimal. Bahkan hasilnya bisa nihil. Tetapi kalau gagasan yang terlahir itu karena buah konsensus bersama, hasilnya bisa berakhir maksimal. Karena itu, untuk mendapatkan gagasan bersama, diskusi adalah salah satu cara tepat.

Keluarga merupakan salah satu ladang tempat berdiskusi. Bahkan keluarga bisa menjadi tempat untuk melatih diri kita untuk berdiskusi. 

Dalam arti, pendapat satu anggota keluarga bukanlah ide yang mutlak diikuti oleh anggota keluarga yang lain. Tetapi pendapat itu bisa saja diujicoba lewat berdiskusi dengan anggota keluarga lainnya.

Diskusi di dalam keluarga sangatlah penting. Tentunya, kita tidak mau kalau hidup kita serba diatur menurut pendapat orang lain. Saya kira hal ini terjadi juga pada relasi antara suami-istri. Bahkan pendapat anak-anak juga butuh didengarkan.

Diskusi antara Suami dan Istri
Relasi suami dan istri tidak terlahir karena faktor superiotas antara satu terhadap yang lain. Awalnya relasi itu terbangun karena adanya kesamaan ide dan gagasan.

Biasanya orang setuju untuk menjalin hidup bersama, suami dan istri karena adanya kecocokan antara satu dengan yang lain. Tetapi kalau tidak ada kecocokan, kecenderungan yang bisa terjadi adalah perpisahan atau konflik.

Foto by BBC Family and Education News.com
Foto by BBC Family and Education News.com
Diskusi antara suami dan istri juga berdasar pada kecocokan ide dan gagasan awal untuk hidup bersama. Dengan ini, pendapat suami tidak serta merta menjadi pendapat istri.  Begitu pun sebaliknya.

Istri juga pastinya tidak mau sekadar turut tunduk pada pendapat suami. Bagaimana pun juga istri pastinya mempunyai pendapat yang bisa menambah, mengkritisi dan menentang pendapat suami.

Persoalannya, apakah suami mau menerima gagasan istri? Atau apakah Istri mau menerima pendapat suami?

Penerimaan dan pengakuan sebuah gagasan hanya bisa terjadi kalau adanya diskusi. Diskusi bisa terjadi kalau setiap pihak terbuka untuk menerima kemungkinan-kemungkinan baru berupa pendapat dan rencana. 

Kalau tidak ada keterbukaan, kecenderungan yang terjadi adalah pemaksaan pada satu gagasan dan penolakan pada gagasan pihak lain.

Sementara itu, diskusi memungkinkan dua atau tiga pihak melihat kemungkinan lain dari rencana dan gagasan yang dibuat. 

Misalnya, suami bisa melihat gagasannya mempunyai kelemahan karena sang istri mempunyai beberapa masukan tertentu. Atau juga, sang istri bisa menerima gagasan baru karena suami mempunyai ide dan gagasan yang mengkritisi rencana istri.

Singkatnya, diskusi antara suami dan istri menjadi mungkin kalau keduanya terbuka untuk berbicara dan berdiskusi. Keterbukaan di sini bukan hanya soal mampu menerima ide orang lain tetapi kapasitas untuk kontrol diri kalau ide dan gagasannya ditolak.

Diskusi antara Orangtua dan anak-anak
Orangtua yang biasa berdiskusi biasanya menularkan kebiasaan ini kepada anak-anak. Bahkan sejak usia dini, tidak sedikit orangtua yang mulai berdiskusi dengan anak-anak.

Biasanya diskusi dengan anak-anak itu bermula dari tanya jawab atas keinginan anak-anak. Tujuannya agar ide orangtua tidak menjadi penggerak utama bagi arah hidup anak-anak.

Persoalan yang sering terjadi adalah gagasan orangtua mesti menjadi jalan dan pilihan anak-anak. Bersyukur kalau anak menuruti apa yang diminta oleh orangtua. Bagaimana kalau gagasan itu tidak dituruti.

Saat ide orangtua berseberangan dengan niat anak-anak biasanya akan ada pemberontakan. Pemberontakan itu bisa hadir lewat ketidakmauan untuk mengikuti apa yang dikehendaki orangtua.

Tidak sedikit pula ada yang mengambil langkah yang salah hanya karena niatnya dikungkung atau juga orangtua terlalu memaksakan niatnya pada pikiran dan tingkah laku anak-anak.

Pada titik ini, diskusi antara orangtua dan anak-anak adalah alternatif yang sangat tepat. Dalam diskusi ini, orangtua bisa mengajukan gagasannya dan terbuka untuk menerima kritik dan penolakan dari anak-anak. Makanya, orangtua mesti membangun gagasan yang bisa meyakinkan anak-anak.

Selain itu, anak-anak juga mesti didengarkan. Dunia anak-anak kerap berada di jangkauan pikiran orangtua. Saat mereka melemparkan gagasan tertentu, orangtua mesti bersiap untuk mengkritik dan menanggapi ide itu. Bukan tidak mungkin, gagasan anak-anak bisa diperkuat oleh pengalaman orangtua.

Diskusi di dalam keluarga bermula dari relasi antara suami dan istri. Kalau suami dan istri sudah membangun iklim berdiskusi, bisa jadi hal ini bisa merembet dalam berelasi dengan anak-anak.

Berdiskusi sangatlah penting agar tidak ada anggota yang terasing karena dominasi dari salah satu pihak. Sebaliknya berdiskusi bisa membangun relasi yang kuat karena setiap pihak (anggota keluarga) merasa mempunyai tempat yang sama dan setara di dalam keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun