Mohon tunggu...
Dora Pardede
Dora Pardede Mohon Tunggu... -

Think Less, Feel More

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mesjid Al-Alam, Saksi Bisu Perjalanan Sejarah Ibukota Jakarta

12 Oktober 2011   14:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:02 1287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bulan suci Ramadhan lalu menjadi moment yang tepat bagi saya untuk berwisata menjelajahi masjid-masjid tua di Jakarta. Masjid tua ini tentu menjadi salah satu saksi bisu perjalanan sejarah ibukota Republik Indonesia. Selain itu, pada moment Ramadhan ini, Masjid-masjid tua memiliki daya pikat tersendiri. Buktinya ketika saya mengunjungi beberapa masjid tua di Jakarta, jumlah umat muslim yang datang ke masjid-masjidi meningkat drastis. Biasanya selain untuk beribadah, sebagian umat muslim datang ke masjid untuk melakukan tradisi ziarah ke makam orang-orang penting. Berbeda darimasjid pada umumnya, di sebagian besar masjid tua di Jakarta memang terdapat makam-makam orang penting, baik itu pendiri masjid maupun tokoh-tokoh penyebar ajaran Islam. Mereka dimakamkan di sekitar kawasan masjid, sebagai penghormatan atas kontribusinya yang besar terhadap perkembangan masjid dan penyebaran ajaran Islam.

Penjelajahan saya mengunjungi masjid-masjid tua di Jakarta dimulai dari sebuah masjid di tepi pantai Merunda, kecamatan Cilincing, Jakarta Utara bernama masjid Al-Alam. Banyak orang menyebut masjid ini dengan nama masjid Si Pitung. Meski banyak orang menyebutnya dengan nama masjid Si Pitung, bang pitung, tokoh pahlawan betawi bukanlah pendiri masjid ini. Dari berbagai literatur yang saya baca sebelum mengunjungi masjid bersejarah ini, pada tahun 1527 masjid Al-Alam dibangun oleh Fatahillah dan pasukannya dalam tempo sehari setelah mereka berhasil mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa (Jakarta). Namun kita akan menemukan versi cerita yang berbeda mengenai sejarah pendirian masjid Al-Alam ini, jika bertanya langsung dengan sesepuh masjid Al-Alam, seperti yang saya alami ketika mengunjungi masjid bersejarah ini.

Perjalanan berliku menuju Masjid Al-Alam

Perjalanan saya mengunjungi Masjid Al-Alam cukup berliku, terlebih karena saya memulai perjalanan inidari kantor saya yang terletak di pusat kota Jakarta, sedangkan masjid tersebut terletak di pinggir kota Jakarta, dan berdekatan langsung dengan kota Bekasi. Menuju Masjid yang ukurannya kecil ini, saya harus melewati jalan-jalan sempit yang dipenuhi truk-truk container besar. Awalnya memang terasa menyesakkan, mungkin karena saya baru pertama kali merasakan beradadi dalam sebuah mobil berukuran kecil dan diapit dengan truk-truk container besar. Bersinggungan dengan truk-truk container ini memang menjadi kenyataan yang tak bisa saya hindari, terutama karena lokasi masjid Al-Alam memang berdekatan dengan kawasan peti kemas di daerah Jakarta Utara. Rasa sesak yang tadi saya rasakan, kemudian berangsur-angsur sinar ketika dari jauh saya melihat sebuah rumah panggung berwana kecoklatan. Rumah panggung ini sebenarnya bukanlah masjid Si Pitung, melainkan konon menjadi rumah tinggal Si Pitung. Mesjid Al-Alam terletak kurang lebih 300 meter dari rumah tinggal Si Pitung ini. Dari rumah tinggal Si Pitung, saya harus menyusuri jalan di pinggir rawa, bangunan sekolah dan rumah-rumah penduduk, baru tiba di salah satu masjid tertua di Jakarta ini.

Asitektur bangunan masjid yang unik.

Masjid Al-Alam memang berukuran kecil. Bangunan utama masjid ini terletak di sisi bagian timur, sedangkan tempat wudhu terletak di sisi bagian selatan. Tepat di sebelah bangunan utama terdapat makam para pengurus masjid. Memasuki bagunan utama masjid ini, saya merasakan kesan sederhana, perasaan adem dan nyaman didalamnya. Padahal dengan atap plafon yang tidak terlalu tinggi, sekitar 2 meter, seharusnya suasana didalam masjid terasa sesak dan panas, karena sebuah bangunan idealnya memiliki atap plafon kurang lebih 3 meter, agar sirkulasi udara berjalan dengan baik. Meski terkesan sederhana, bagunan di dalam masjid ini cukup unik. Di tengah masjid terdapat 4 pilar bulat yang menopang atap masjid berbentuk joglo ini. Sama seperti masjid pada umumnya, masjid Al-Alam juga memiliki mimbar dan mihrab. Uniknya, di depan Mihrabini terdapat batu giok asli berupa tasbih yang sengaja diletakkan disana. Di dalam Mihrabyang dihias dengan tulisan kaligrafi di atas dindingnya ini tersimpan tongkat melingkar seperti ular. Menurut sesepuh masjid Al-Alam, Haji Sambo, tongkat ini hanya dikeluarkan setiap hari jumat untuk khotbah. Di dalam areal masjid juga terdapat pendopo. Oleh masyarakat dan pengurus masjid, Pendopo ini digunakan sebagai tempat untuk melakukan doa bersama.

Sejarah berdirinya masjid Al-Alam

Di pendopo yang tepat berada di belakang bangunan utama masjid inilah, kemudian saya berbincang-bincang dengan sesepuh masjid bernama Haji Sambo Ishak. Beliau kemudian bercerita tentang sejarah berdirinya masjid Al-Alam. Dari penuturan beliau, saya menemukan fakta sejarah yang berbeda jika dibandingan dengan berbagai literatur yang saya baca sebelumnya. Menurutnya, masjid Al-Alam dibangun oleh Sembilan wali atau Wali Songo pada tahun 1640. Adanya perbedaan versi mengenai siapa yang mendirikan masjid ini, menurut saya bukanlah menjadi suatu hal yang perlu diperdebatkan panjang lebar, karena siapapun yang mendirikan masjid ini, nyatanya masjid Al-Alam telah hadir dan terus memaknai kehidupan beragama umat Muslim pada saat itu, sekarang dan yang akan datang. Penuturan Haji Sambo mengenai sejarah masjid ini pun berlanjut. Beliau kemudian menjelaskan mengapa masjid Al-Alam ini juga sering disebut dengan masjid Si Pitung. Menurut Haji Sambo, masjid ini diberi nama masjid Si Pitung, karena menurut kisahnya, dahulu Si Pitung pernah bersembunyi dari kejaran Belanda di masjid ini.

Dinyakini memiliki keistimewaan tertentu

Mengunjungi masjid Al-Alam, selain dapat melihat bukti sejarah Jakarta dan kekhasan arsitektur bangunannya, kita juga memperoleh cerita-cerita menarik lainnya mengenai keistimewaan masjid ini, misalnya cerita tentang sumur yang terletak di samping masjid. Banyak orang menyakini air sumur tersebut memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Menurut Haji Sambo, meski berukuran kecil, masjid ini juga selalu didatangi oleh banyak orang dari berbagai daerah untuk beribadah, terutama pada shalat jumat dan jumat malam. Pada waktu shalat Jumat, karena terlalu banyaknya jumlah jamaah, beberapa jamaah bahkan ada yang melakukan ibadah shalat jumathingga ke samping tempat wudhu dan toilet. Sedangkan pada jumat malam, banyak orang yang datang ke masjid ini untuk melakukan istiqosah bersama.

Amat disayangkan, jika masjid Al-Alam hanya lapuk termakan usia. Meski tua dan telah berusia lebih dari 400 tahun, masjid ini masih memiliki daya tarik yang kuat. Jika dilestarikan dan dimanfaatkan secara maksimal, masjid Al-Alam dapat digunakan sebagai salah satu tujuan wisata religi di kota Jakarta. Karenanya perhatian dan kepedulian terhadap masjid bersejarah ini, sangatlah diperlukan, tidak hanya oleh pemerintah, melainkan juga oleh segenap masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jakarta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun