Mohon tunggu...
Dony P. Herwanto
Dony P. Herwanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Story Teller | Journalist | Documentary Maker

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Air Mata di Tanah Bandara

14 November 2020   06:51 Diperbarui: 14 November 2020   06:55 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Silam, saat menolak pembangunan proyek New Yogyakarta International Airport di Kulon Progo, DIY. Sumber foto: kompas.com

"Kami setiap hari seperti ini. Sudah biasa. Intimadasi mereka tak ada artinya bagi kami," jelasnya. Saya hanya tersenyum dan sedikit menggelengkan kepala. Memang benar, orang-orang hebat selalu lahir dari ketidakadilan. Dan saya sedang berdiri bersama orang-orang hebat itu.

***

"Saya sudah di kantor, mas. Bisa temui saya nanti jam 13.00," pesan singkat dari Agus Pandu Purnama, GM Bandara Internasional Adisutjipto, Yogyakarta masuk ke gawai saya.

Tak butuh waktu lama. Saya bergegas menuju kantor Angkasa Pura I yang letaknya tidak jauh dari Bandara Adisutjipto. Ini memang niat saya, bertemu dengan pimpinan Angkasa Pura I. Pemegang kendali proyek Bandara NYIA.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya saya bisa bertemu Agus Pandu di ruangannya yang dinginnya minta ampun. Berbeda saat saya bertemu Kyai Sofyan. Ruang kerja Agus Pandu sangat luas. Di belakang tempatnya duduk, terdapat banyak televisi yang terkoneksi dengan CCTV Bandara Adisutjipto.

"Jadi yakinlah, kami punya komitmen tidak akan meninggalkan masyarakat," katanya sambil meminta saya untuk duduk. Saya tak mengerti arah ucapan Agus Pandu. Saya berlum bertanya terkait proyek bandara seluas 587,3 hektare itu.

"Ini hanya pindah saja sebetulnya kan? Jawab Agus ketika saya menyinggung proses penggusuran, tapi lebih tepatnya pengusiran yang dilakukan pihak Angkasa Pura I kepada warga di 5 Desa di Kulon Progo. "Kami sudah punya batas waktu. Masyarakat juga harus mengikuti aturan ini," lanjutnya.

Agus Pandu menahan untuk tidak bicara. Segelas kopi yang tergeletak di meja diambilnya. Minum dengan tenang. Seolah dia tidak tahu jika warga penolak terus menerus menerima intimidasi dan tak luput dari kekerasan.

"kami akan perlakukan masyarakat yang berbeda faham ini sebaik-baiknya, tidak ada anarkis, tidak ada pemaksaan yang membuat mereka betul-betul diusir secara fisik" jelas Agus Pandu, sambil bangkit dari kursinya.

Sebelum saya keluar dari ruangan yang dingin itu, Agus Pandu mengatakan satu hal, begini "Ya mudah-mudahan tidak terjadi ya ada bandara kemudian ada perkampungan di dalamnya. Mudah-mudahan tidak terjadi,". Dan ia buktikan ucapannya itu. Pada Kamis dan Jumat, 19/20 Juli 2018. Semua rumah warga penolak rata dengan tanah. Hanya sebuah masjid yang tetap dibiarkan berdiri di tengah-tengah proyek bandara.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun