Mohon tunggu...
Dony Don DOn
Dony Don DOn Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Romantisme Sifat Ksatria dan Pragmatisme Sifat Parpol

16 Februari 2017   17:08 Diperbarui: 16 Februari 2017   17:19 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Diantara desakan wartawan, terlihat para pendukung AHY tampak berkaca kaca melihat langsung calon gubernurnya membacakan pidato kekalahan setelah hasil quick count menunjukkan nilai hanya 17 an % kepada pasangan Agus - Silvy. AHY dengan mantap mengakui kekalahannya dan memberikan selamat kepada paslon Ahok-Djarot dan Anies-Sandy untuk maju ke putaran ke 2 dalam Pilkada DKI, "sungguh ksatria", demikian banyak orang merujuk kepada sikap anak pertama mantan presiden SBY tersebut.

Sifat ksatria adalah sebuah sikap yang berjiwa besar menerima sebuah keadaan baik maupun buruk dan tetap menghormati baik kawan maupun lawan, dan AHY menunjukkannya dengan sangat lugas. Tidak perlu waktu lama bagi pasangan Agus - Silvy untuk mengetahui capaian mereka tidak akan cukup melaju ke putaran 2 Pilkada DKI, alih-alih menyalahkan pihak sana sini, pasangan bernomor urut 1 ini memilih "menerima" kekalahan nya dan memberi selamat kepada pasangan calon lain atas keberhasilan melaju ke putaran 2 Pilkada DKI. Sungguh sebuah sikap yang seharusnya ditunjukan oleh para "Negarawan" di negeri ini, mengakui kekalahan bukan berarti kerdil, bahkan sebaliknya sikap ini menunjukkan dia memiliki jiwa lebih besar dari kekalahan itu sendiri, .... ROMANTIS!

4 partai pengusung pasangan Agus - Silvy yaitu PD, PAN, PKB dan PPP jelas menginginkan kemenangan di Pilkada DKI ini. Pilkada yang sering disebut "rasa Pemilu" ini teramat sayang apabila dilewatkan hanya menjadi anak gawang, kita harus berjuang, dan menang, menguasai DKI kemudian RI. Itulah ekspektasi sejati mereka sebagai partai besar di Indonesia, kekalahan apalagi gagal masuk ke putaran 2 sama sekali bukan harapan yang dipikirkan ketika mereka mulai bergabung. Jadi pidato "Ksatria" itu jelas bukan sesuatu yang diharapkan apalagi di banggakan, bayangkan 4 Partai papan atas, kecuali PDIP dan Gerindra dalam satu barisan! berakhir dengan angka capaian 17% an ? ini bahkan bukan kapabilitas mereka! mereka harusnya ada di paling depan atau setidaknya menjadi kompetitor kuat ke putaran 2, bukan pengibar bendera putih 5 jam setelah peluit panjang dibunyikan....TRAGIS!

Ketika PAN, PKB dan PPP merapat ke kubu PD mereka mendapati "Balon" mereka last minute sebelum hari tenggat pendaftaran calon gubernur, bahkan kala itu Agus masih bertugas di Australia dalam program berlatih bersama dengan angkatan bersenjata Australia. Entah apa yang dibisikan SBY kepada mereka dalam "ruang ganti" sebelum kick off dimulai, tetapi itu sangat cukup mempengaruhi mereka untuk bersama mendukung AHY. Sangat tidak mungkin El Peppo memberikan tausyiah kepada para ketum partai "Senior" yang isinya :

"Ini loh anak saya AHY, dia ganteng, masih muda dan berprestasi di kelasnya, yuuuk kita dukung dia maju Pilgub DKI"

"Dia masih abangan dalam politik, jadi maklum kalau nanti perolehan suaranya cuma dikit, dia masih bisa maju ke Pilgub Jatim loh"

Kecuali para ketum partai langganan Liga Champion ini sudah pada konslet, tentu mereka akan bubar dagang keluar koalisi, bagaimana bisa mereka percaya dengan rajukan entemele macem itu ? Pilkada rasa Pemilu ini bagaikan Janda rasa Perawan ! Kamu gak bisa hanya pasang muka imut kemudian bilang "Hai tante, maen prosotan yuk" terus sang Janda akan mengangkat roknya buat kamu gitu ? No Way !

Jelas bukan ini endingnya, partai-partai ini menginginkan "KURSI DKI 1", bukan jadi cheerleader yang berteriak "Give me A, give me H, give me Y....AHYeeeee !!! kemudian menggoyangkan pom-pom ditangan ke kiri dan ke kanan, .... tidak! Mereka menginginkan PEMENANG.. sekali lagi PEMENANG! ... PRAGMATIS!

Tidak susah bagi AHY saat ini untuk bersikap, dia cukup bersikap menjadi diri sendiri, toh yang ajak dia maju ke Pilkada DKI bukan kemauan dia sendiri, tidak ada beban moral yang berlebih yang harus membuat dia merasa geki. Sebaliknya entah apa yang ada dalam benak petinggi partai pengusung AHY saat ini, koalisi ini sudah gatot! berpindah gerbong ke calon lain memang menjadi opsi kedepan, tetapi kali ini sungguh beda. Kemarin mungkin mereka bisa aja dirajuk menjadi pemandu sorak, tetapi kali ini mereka akan sadar, mereka kemari bukan jadi cheerleader mereka ingin mencatatkan nama di papan score, yaitu dengan mendukung calon yang memiliki potensi besar untuk menang. Menjadi PRAGMATIS saat ini akan lebih menguntungkan daripada gagal lagi.

Apabila mereka masih saja mengikuti rajukan El Peppo, saya mulai meyakini mereka memang sudah konslet.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun