Mohon tunggu...
Donny rumagit
Donny rumagit Mohon Tunggu... Petani - Saya saat ini beraktivitas sebagai petani

Lahir di langowan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pilkada di Era Pandemi, Pestanya Dinasti Politik

31 Juli 2020   10:14 Diperbarui: 31 Juli 2020   10:18 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

"Politik dinasti ini diatur sedemikian rupa karena petahana mempunyai akses terhadap kebijakan dan akses terhadap alokasi anggaran, sehingga dapat memberikan keuntungan pribadi untuk memenangkan pemilihan kepala daerah atau memenangkan kelompok-kelompoknya. Dalam praktik, hal yang paling banyak dilakukan oleh petahana adalah memperbesar dana hibah, dana bantuan sosial, program kegiatan yang diarahkan ke dalam upaya memenangkan salah satu pasangan calon," terangnya.

Petahana secara alamiah memiliki berbagai fasilitas dan tunjangan yang melekat kepada dirinya, sehingga untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, fasilitas dan tunjangan itu melekat terus-menerus. Jadi, dalam banyak hal, sering dilihat ada banyak spanduk yang menuliskan program-program dan kegiatan-kegiatan yang di dalamnya ada gambar incumbent atau nama incumbent yang terkait dengan pemilihan pada saat itu.

"Karena sedang menjabat, maka petahana memiliki keunggulan terhadap program-program, terhadap kegiatan-kegiatan yang seluruhnya atau sebagian dapat didapat diarahkan untuk memenangkan dirinya atau memenangkan dinastinya," katanya.

"Yang banyak pula terkait dengan netralitas PNS, maka petahana mempunyai akses yang lebih besar untuk memobilisasi PNS untuk memberikan dukungan yang menguntungkan kepada dirinya," sambung pemerintah.
Banyaknya argumen itu dimentahkan tim hukum penggugat, yang terdiri dari Heru Widodo, Supriyadi Adi, Novitriana Arozal, Dhimas Pradana Aan Sukirman, Mappinawang, Sofyan Sinte, dan Mursalin Jalil. MK menghapus pasal 'dinasti politik'.

"Bukan berarti MK menafikan kenyataan di mana kepala daerah petahana (incumbent) memiliki berbagai keuntungan. Namun, pembatasan demikian haruslah ditujukan kepada kepala daerah petahana itu, bukan kepada keluarganya, kerabatnya, atau kelompok-kelompok tertentu tersebut," putus MK.

Vonis itu diketok oleh sembilan hakim konstitusi secara bulat. Yaitu Arief Hidayat, Anwar Usman, Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Wahiduddin Adams, Patrialis Akbar, Aswanto, Suhartoyo, dan Manahan MP Sitompul.
"Sebab, keuntungan-keuntungan itu melekat pada si kepala daerah petahana sehingga kemungkinan penyalahgunaannya juga melekat pada si kepala daerah petahana," ujar majelis dengan suara bulat.

Atas dasar putusan MK itu, maka terbitlah UU Nomor 10 Tahun 2016 yang berlaku saat ini. Di pasal 7 setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai kepala daerah. Secara konstitusi tak ada yang dilanggar dengan majunya calon dinasti politik saat ini. Om Tani pe tamang Bae Winsi Kuhu dalam status FBnya menegaskan konten politik dinasti sudah basi jika dibicarakan sekarang. "Ada hal yang lebih urjen dari pada itu, sebab tidak ada regulasi yang mengatur secara mendalam tentang pembatasan politik dinasti,"tulis Kuhu yang saat ini sebagai tim ahli salah satu anggota DPR RI dari partai Nasdem.

Harus Ada Gerakan Perlawanan Politik Dinasti

Kembali ke diskusi online, para Narasumber yang secara bergantian memaparkan materinya mulai dari Analisis Politik Exposit Strategic Arif Susanto, Dekan FISIPOL UKI, Angel Damayanti, Akademisi Unsrat Ferry Liando, Direktur Lima Ray Rangkuti dan Kornas JPPR Jeirry Sumampouw mengakui untuk saat ini tidak ada regulasi yang melarang politik dinasti tapi prakteknya di era demokrasi saat ini sangat berdampak negative. " Politik dinasti itu bersifat tertutup, lebih memilih saudara bukan karena dia punya kemampuan lebih baik. Politik dinasti tidak punya pertanggungjawaban ke public," ujar Arif Susanto.

" Banyak penumpang gelap, tidak lewat kaderisasi yang matang, hari ini pendaftaran satu hari sebelum langsung keluar kartu anggota parpol. Kita tahu kalau anak pejabat modelnya seperti apa, hidup dalam kemewahan, hidup dalam zona nyaman. Nah tiba-tiba ingin jadi pemimpin, sehingga kebutuhan publik sulit dijangkau, ini yang menjadi persoalan.

Ray Rangkuti menegaskan politik dinasti diera Jokowi saat ini sudah masuk level merah. "Konstitusi tidak melarang tapi kita lihat prakteknya tidak baik. Kita tidak boleh main-main saat ini, sekarang politik dinasti baik eksekutif maupun legislative  grafiknya naik terus. Jadi jangan melemah untuk memberikan kesempatan pada langgengnya dinasti politik, pembatasan dinasti politik tidak melanggar HAM sama dengan pembatasan dua periode kepala daerah, tidak masalah istri, anak, sudara yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah tapi harus jeda lima tahun, baru bisa maju," tandas Rangkuti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun