Mohon tunggu...
Donny Adi Wiguna ST MA CFP
Donny Adi Wiguna ST MA CFP Mohon Tunggu... Konsultan - CERTIFIED FINANCIAL PLANNER, Theolog, IT Consultant, Photographer, dan Guru bikin Kue dan Roti

Konsultan Perencana Keuangan di Bandung

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Setelah Inflasi Amerika Serikat

14 Juli 2022   23:22 Diperbarui: 19 Juli 2022   01:33 2348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Inflasi Amerika Serikat terus meningkat | Sumber: Getty Images North America/Alex Wong Via AFP

Kepada pembeli seperti itu, apakah perlu memberikan diskon? Tidak, para penjual membutuhkan lebih banyak uang. Maka, sebaliknya dari memberi diskon, mereka justru menaikkan harga.

Logikanya sederhana: kalau memang jumlah transaksi menjadi sedikit sekali, ambillah lebih banyak keuntungan dari setiap transaksi. Apalagi, memang terjadi inflasi di mana-mana, beli bensin saja tambah mahal. Kenaikan harga menjadi sangat wajar terjadi, bukan?

Begitulah, memasuki tahun 2022, inflasi meluncur naik, dan naik, dan naik.

Berapa inflasi bulan Juni year-on-year 2022? Laporan menyatakan kenaikan 9,1%. Kalau dihitung inflasi bulanan, terjadi inflasi sebesar 1,1% Angka ini jauh di atas ekspektasi ekonomi di angka 8,8%. Semua pihak terhenyak. Buset amat! 9,1% itu tinggi sekali!

Kembali ada bayangan hyper-inflation. Kini The Fed harus mengambil sikap mengetatkan likuiditas, supaya tidak terjadi keruntuhan akibat inflasi tinggi. Sebelum ini, di duga The Fed akan menaikkan suku bunga 75 bps. Kini ekspektasinya, The Fed menaikkan suku bunga 100 bps. Supaya uang dollar terserap balik oleh The Fed, suatu langkah sesuai textbook tentang bagaimana mengatasi inflasi.

Secara mendasar, permasalahannya berawal dari uang dollar yang dicetak dalam jumlah amat sangat banyak tanpa dasar ekonomi yang memadai. The Fed berharap uang itu bisa mendorong produktivitas, tetapi realita lapangan menunjukkan produktivitas usaha di Amerika Serikat tidak bergerak. Orang berbelanja karena mereka mendapatkan stimulus, bukan karena mempunyai penghasilan.

Sementara itu, uang dollar mengalir kembali dan terus masuk ke dalam mekanisme investasi, berakhir di surat berharga yang dikeluarkan The Fed, bukan mengalir ke ekonomi riil. 

Bagaimana The Fed bisa membayar bunga? Tentunya dengan mencetak uang lagi begitu saja. Ini menjadi investasi yang semu, karena return diperoleh secara semu. Hanya bayangan, hanya gelembung saja, nampak besar tapi bisa pecah setiap saat.

Ketika uang semu, permintaan pun semu; orang hanya membelanjakan uang bantuannya saja. Catatan peningkatan di retailer menjadi semu. Distribusi oleh grosir semu, demikian juga aktivitas pabrikan adalah sesuatu yang semu, sebenarnya tidak ada di sana, tetapi terjadi karena ada uang yang dicetak begitu saja terus dibagi-bagikan supaya semua rakyat bahagia.

Kalau tidak ada usaha dari rakyat sendiri untuk berproduksi, untuk menghasilkan sesuatu, semua pembelanjaan itu semu, seperti gelembung. Dan sekarang, inflasi sudah 9,1%. Tiba-tiba semua sadar harus mengantisipasi untuk berbelanja hanya kebutuhan pokok, kalau inflasi masih tinggi dalam waktu-waktu mendatang. Tidak ada lagi pembelanjaan.

Bagaimana retailer bisa bertahan tanpa pembeli? Bisa, caranya mengubah barang jualan menjadi hanya barang kebutuhan pokok yang bagaimanapun masih ada pembelinya. Bagaimana dengan grosir dan pabrikan? Mereka harus memangkas kerugian, dengan berhenti. Artinya, mem-PHK karyawan, mengembalikan barang untuk mengurangi hutang. Membiarkan aset diambil untuk menutupi hutang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun