Mohon tunggu...
Donita Gerina Tolioe
Donita Gerina Tolioe Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hevenue Shalom Alacheim

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Persembahan Seorang Janda

7 Januari 2010   15:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:34 1159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Minggu ini, saya mendapatkan pertanyaan menarik  " Seandainya, ada dua orang yang memberikan persembahan kepada Tuhan. Yang pertama, seorang yang kaya raya. Ia menyumbang banyak uang ke bait Allah. Yang kedua, seorang janda miskin dan ia hanya memberi sedikit uang. Malahan ia memberikan koin terakhir yang ia punya. Lalu persembahan mana yang diterima Tuhan?"

"Sang janda" jawab saya. Teman saya tersenyum. Bukan tanpa alasan jawaban itu terlontar dari bibir saya. Jawaban ini adalah proses perenungan cukup lama.  Ada beberapa hal penting yang perlu kita sadari. Yang pertama, Tuhan melihat bahwa persembahan yang berarti adalah ketika kita  memberi dalam kekurangan, bukan kelebihan.

Saat  seseorang berdiri keadaan yang mapan dan berlimpah secara finansial, menyumbang pun menjadi sesuatu yang mudah dilakukan. Sedangkan, satu sisi ada banyak orang yang pas-pasan, namun ia menyumbang dengan kesungguhan hati. Hal itu kerap sulit dilakukan. Namun, itulah sumbangan  yang sangat berarti buat Tuhan.

Artinya, Tuhan tidak memandang pemberian seseorang itu dalam bentuk nominal dan kuantitas, namun kesungguhan hatinya untuk membantu sesama yang berkekurangan. Tuhan melihat hati yang ikhlas.

Lalu,  pertanyaan selanjutnya, "Kenapa Janda?" Kaum  janda memiliki historis yang panjang berkaitan dengan pencitraan. Janda sering dilekatkan pada konotasi buruk dalam pandangan masyarakat. Meski nilai peradaban kuno telah bergeser, kesan janda masih belum mendapatkan tempat layak dalam masyarakat kita. Banyaknya santunan yang mendahulukan janda, setidaknya mengindikasikan bahwa, seorang perempuan tanpa suami (baik sudah bercerai ataupun ditinggal mati) mengindikasikan "kaum yang lemah dan tidak mampu"

Selain itu, beribu-ribu tahun lamanya, janda memiliki arti yang miring, artinya janda masuk dalam kelas yang tidak akan dianggap. Sekarang pun, makna janda seolah tidak berubah, dengan adanya label-label 'janda kembang', untuk menjelaskan janda yang masih muda dan cantik, serta idola se-RT. Sementara itu, tidak pernah ada istilah, 'duda kembang'.  Janda masuk dalam kategori kaum terpinggirkan atau kaum kedua, yaitu pihak yang tertindas

Namun melalui peristiwa Janda, Tuhan lebih melihat persembahan dari kaum yang tertindas, yang mungkin selama ini dianggap kecil. Beberapa orang masih beranggapan, kaum miskin tidak mampu membawa mahar yang begitu mahal. Namun, melalui perenungan ini, pesan apakah yang dapat kita tangkap?

Saya percaya bahwa, persembahan di mana pun kita berikan, baik di tempat ibadah, kegiatan amal dan kemanusiaan begitu penting dan memiliki nilai yang berarti. Satu sisi,  perlu disadari bahwa pemberian dalam bentuk fisik tidak selamanya tepat.

Ada banyak mereka yang menyumbang hanya untuk sebagai ajang pamer. Tujuannya, untuk menunjukkan status sosial yang mereka sandang dan gila pujian. Pernah suatu kali, teman saya yang memiliki bisnis  sering membelikan kaos-kaos cantik kepada teman-temannya seharga Rp 300 ribu. Buat saya ukuran itu cukup mahal. Namun ia senantiasa memberikan kaos tersebut dengan senang hati, bahkan ketika saya tidak meminta, dia tanpa segan-segan membelikannya dan mengirimnya pada saya. Lalu tindakan itu juga dilakukan pada teman-teman saya yang lainnya.

Bukan tidak menghargainya, saya hanya berusaha mengingatkan dia bahwa pemberian itu terlampau mubazir karena ia kerap melakukannya berulang-ulang pada orang-orang terdekat, mulai dari sepatu bermerek, tas, parfum dan lain sebagainya.  Bagai gula yang dirubung semut, semua teman mendekatinya karena ingin kecipratan barang-barang mewah. Artinya, tidak ada ketulusan. Pemberian ini pun menjadi ajangnya untuk mendapatkan pengakuan tersendiri dalam dunia  pergaulan.

Selain itu, pemberian mubazir tentunya bisa kita lihat pada cara pemerintah memberikan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT)  sekitar Rp 300 ribu pada rakyat miskin. Cara ini tidak efisien untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun