Mohon tunggu...
Doni Bastian
Doni Bastian Mohon Tunggu... Penulis - blog : www.donibastian.com

Seo Specialist | Business Consultant | WA 0821-1450-1965

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sendiri dalam Keterasingan

21 Februari 2016   00:53 Diperbarui: 21 Februari 2016   02:12 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  ketika aku bersamamu, dengan dia, mereka dan siapa saja
aku tak mengerti mengapa aku merasa seperti seorang diri
kanan, kiri, muka, belakang, atas dan bawah semuanya sama
apakah aku tengah bermimpi atau terdampar ke ruang misteri

semut merah dan semut hitam berebut sebongkah gula-gula
dibuat dari serangkaian angka yang penuh dengan rekayasa
di bawah temaram cahaya lampu kota dua insan bermain mata
kedua tangan tertaut sebagai tanda dimulainya sandiwara

baju kebesaran membungkus tubuh tambun yang tak punya hati
dari mulutnya yang lebar menyeruak kata beraroma bangkai
senyumnya yang manis adalah sebatas topeng kemaunafikan
gayanya yang tampak sederhana tergambar demi pencitraan

aku bertanya kepada bulan yang bersembunyi dibalik sepi
apakah memang aku sedang berada dalam sebuah keterasingan
dia tampak tersenyum seolah tahu apa yang tengah terjadi
namun tak sepatah kata terucap dari bibirnya yang hitam

haruskah aku hanyut terbawa ombak menuju alam fiksi
yang masih mengalir sejak zaman nenek moyang mereka
berpesta pora menikmati dosa sepanjang alur tradisi
demi setumpuk pundi yang tak pernah membuatnya lega

lalu harus bagaimana bila mereka mengajakku berdandan
sementara hati nurani meronta tak mampu menahan rasa
demi persahabatan haruskah kebenaran menjadi korban
teringat pesan ibunda agar menjaga martabat keluarga

harga diri telah tergadaikan demi meraup keuntungan
pintu jeruji besi tak mampu lagi menyurutkan nyali
bunyi peluit sebagai isyarat hadirnya penegak keadilan
lobang kuping yang tuli tak membuat mereka berhenti

bila tak ada lagi bintang yang terlukis di angkasa
bagaimana aku melewati malam bertabur selaksa sunyi
hanya suara keheningan yang memecah kegelapan semesta
aku terkurung sendiri menunggu hingga datangnya pagi

dalam keterasingan ini, aku menatap langit yang diam
masihkah ada tetes embun membasahi bumi yang gersang
sekeping hati yang bening kini tak pernah lagi kusaksikan
terhempas oleh angin keserakahan yang makin mengguncang

setangkai doa terselip diantara kelopak melati
agar semerbak mewangi menghiasi seluruh negeri
semoga hujan gerimis mampu mengikis debu jalanan
mengantarkanku menuju ke pintu gerbang kebenaran

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun