Mohon tunggu...
Doni Arief
Doni Arief Mohon Tunggu... Dosen - Faqir Ilmu

Pencari dan penikmat kebenaran paripurna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hasan Hanafi tentang Kiri Islam part I: Integritas Bangsa dalam Dialektika Pembangunan

17 Agustus 2019   21:56 Diperbarui: 17 Agustus 2019   22:03 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kiri Islam bertujuan menciptakan persatuan dan kesatuan umat Islam untuk merealisasikan transformasi pembangunan peradaban Islam dalam konteks kebebasan, kemajuan dan keadilan sosial. Kiri Islam sebagai gerakan sosial memprakarsai terjadinya dialog di antara umat Islam untuk menemukan kesepakatan bersama dengan mengutamakan persamaan secara esensial serta menghindarkan pertentangan secara substansial.

Mudahnya umat Islam dikuasai Kolonialisme Barat disebabkan karena telah hilangnya persatuan umat Islam, sehingga mereka tidak memiliki kekuatan untuk melawan hegemoni kolonialisasi tersebut. Kolonialisme Barat menggunakan strategi "pecah belah dan kuasai" untuk menggoyahkan integritas umat Islam tentang pentingnya persatuan.

Kiri Islam bukanlah mazhab baru dalam Islam, teologi maupun fiqh tetapi upaya mempersatukan umat Islam agar sejalan dengan tuntutan zaman terhadap nilai-nilai kemajuan dan keadilan sosial setelah hampir sepanjang zaman umat Islam terpecah belah ke dalam sekte dan mazhab tertentu.

Persatuan merupakan faktor utama untuk merealisasikan proses pembangunan, di mana persatuan tersebut terbentuk setelah adanya penguatan (empowering) dari komunitas masyarakat untuk menyatakan integritas kebangsaan atau Nasionalismenya. Integritas tersebut bukanlah sesuatu yang bersifat telah jadi (state of being), tetapi merupakan keadaan natural (state of nature) yang perlu diproses (state of becoming) dalam konteks budaya secara makro maupun secara mikro melalui pendidikan.

Kiri Islam bertugas untuk menjembatani berbagai perbedaan ideologi umat Islam dalam sebuah dialog untuk membicarakan dialektika pembangunan peradaban Islam, oleh karena itu kiri Islam menghargai dimensi positif yang terbawa dalam berbagai model ideologi umat Islam sebagai domain yang mampu mengintegrasikan persatuan dengan lebih menampilkan persamaan daripada perbedaan.      Dalam konteks perkembangan politik di Timur Tengah, kiri Islam membuka dialog dengan kalangan Ikhwan al Muslimin.

Semangat kiri Islam sebenarnya terdapat dalam setiap aktivitas sosial dan politik yang dilakukan Ikhwan al Muslimin, walaupun secara praksis kiri Islam kurang menyetujui tindakan Fundamentalisme yang berlebihan dari para aktivis Ikhwan al Muslimin, tetapi kiri Islam sangat menghargai semangat revolusioner dari mereka dalam menentang segala bentuk Imperialisme dan Kolonialisme serta berusaha menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial berdasarkan tuntunan syariat Islam.

Pengaruh Ikhwan al Muslimin telah mengakar dalam kesadaran umat Islam sehingga berpotensi untuk membangkitkan semangat rvolusioner umat Islam untuk menentang segala bentuk penindasan. Kiri Islam juga sejalan dengan semangat progresif yang bertendensi kemajuan sebagaimana yang diutarakan oleh para aktivis Ikhwan al Muslimin, seperti Sayyid Qutb dan menjadikan model pergerakan dan pembebasan sosial tersebut sebagai akar revolusi yang harus dilakukan umat Islam.

Mereka telah berjuang untuk membela kepentingan masyarakat miskin, tertindas, terbelakang dan sebagainya melalui sosialisasi pembentukan kesadaran intelektual umat Islam yang ditandai dengan penerbitan berbagai jurnal tentang keadilan sosial dalam Islam dan pergulatan Islam dalam menentang Imperialisme. Kiri Islam mengutamakan dimensi persamaan dalam gerakan sosial untuk merajut keharmonisan dengan Ikhwan al Muslimin serta menghindarkan segala bentuk pertentangan agar agenda persatuan umat Islam dapat segera terealisasi. Sehubungan dengan hal ini, Hasan Hanafi menyatakan:"Maka kiri Islam sesungguhnya bagian dari mereka dan mereka juga bagian dari kiri Islam. Ini jika kita sungguh-sungguh dilandasi oleh jiwa yang bersih, kejernihan intelektual, anti Sekterianisme dan merujuk kepada kesadaran sebagai suatu bangsa, tanpa saling tuduh sebagai kafir, ateis dan pembangkang. Mengapa orang yang berpihak kepada kaum miskin dan tertindas harus disebut sebagai Marxis? Mengapa setiap orang yang memperjuangkan kebebasan dan demokrasi digolongkan sosialis?. Jika demikian, kita memberi sebutan kepada aliran dari Barat melebihi proporsinya dan menafikan substansi dari Islam. Bahkan sesungguhnya yang ka

mi lakukan adalah penolakan secara mendasar terhadap dominasi paham-paham progresif Barat yang juga ditolak oleh Ikhwan al Muslimin"218.Kiri Islam berterimakasih kepada Liberalisme, di mana telah mengajarkan tentang kebebasan berpikir, meniupkan spirit Nasionalisme, mempelopori gerakan pembebasan nasional serta menetapkan landasan bagi pembangunan ekonomi nasional. Kalangan pemikir liberalis, seperti Luthfi Sayyid, Thaha Husein dan Mahmud Abbas al Aqqad berjasa memperkenalkan tentang kebebasan, demokrasi dan keadilan sosial dari perspketif Islam. Mereka mempunyai concern yang besar untuk memperjuangkan kemerdekaan umat Islam dari kolonialisme Barat. Selain itu, mereka mempunyai perhatian yang besar terhadap akar tradisi Islam, kritis terhadap nilai kultural Barat serta berusaha mendeskripsikan, menganalisis dan mengoreksi kesalahan kalangan orientalis dalam memandang Islam.

Kiri Islam tidak bertentangan dengan semangat Nasionalisme kerakyatan dan sendi-sendi gerakan revolusi yang terdapat dalam Marxisme. Mereka telah berjasa membangkitkan perlawanan umat Islam untuk menentang segala bentuk Kolonialisme, memperkuat kesadaran kalangan pekerja, menciptakan keadilan perekonomian untuk menghilangkan kesenjangan sosial, membentuk karakter revolusioner di kalangan kaum terdidik Islam serta berjasa merintis program persatuan nasional. Namun yang membedakan Marxisme dengan kiri Islam adalah sumber atau dasar pergerakannya. Kiri Islam bersumber dari Islam, kebudayaan umat Islam sebagai tradisi yang menghiasi karakter kehidupan umat Islam yang memberikan arah pada gerakan sosial kerakyatan.

Revolusi sekuler atau revolusi Islam tidak menjadi persoalan, karena yang berhak menilai keberhasilannya hanyalah masyarakat. Perbedaan tersebut akan menumbuhkan wacana kompetisi yang dinamis untuk menemukan cara yang terbaik dalam mengangkat harkat dan martabat kaum tertindas. Sehubungan dengan hal ini, Hasan Hanafi menyatakan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun