Mohon tunggu...
Rahma dona
Rahma dona Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

http://donasaurus.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejoli di Sungai Musi

6 Agustus 2020   21:14 Diperbarui: 6 Agustus 2020   21:14 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari minggu lalu  aku kembali  ngider -- ngider ( keliling), disekitar dermaga Pasar 16 Palembang. Tujuan utama adalah cari -- cari gambar, yang bagus sebagai ilustrasi video  puisi. Aku mau ikutan lomba puisi yang boleh divoice over saja.

Tau dong Kompasianer Palembang  (Kompal) ngadain lomba baca puisi, untuk Hari Puisi Nasional sekaligus  tribute  to Sapardi Djoko Damono dan Ajib Rosidi.

Kali ini aku pilih puisi Chairil Anwar, judulnya Cintaku Jauh Di Pulau. Mungkin kurang populer, dibanding puisi Chairil yang lain. Tapi suatu masa puisi ini pernah, begitu menyentuh hatiku.

Singkat cerita, habis  Zuhur  aku sudah nongkrong di dermaga. Kebetulan akhir  pekan  aktivias penumpang dan bongkar muat lumayan ramai. Banyak moment menarik, yang  bisa jadi kontent blog dan media sosial.

Selagi asik rekam kapal yang lalu lalang, perahu ketek masuk dalam frame  hpku. Sepasang  lansia, duduk berdampingan di geladak.


Awalnya ku kira  pengemudi  ketek, akan merapat di samping  kapal  yang berada di depanku. Entah karena terlalu sempit atau cuma  malas saja, Mang ketek mengarahkan tunas perahu ke arah lain. Merapat ke tiang -- tiang besi di ujung dermaga. Oh em ji.....hatiku berdesau, segera bergerak kearah mereka.

Jangan bayangkan  iconic scene film Tictanic, antara  Kate Winslet dan Leonardo DiCaprio. Kakek dan nenek, menyelipkan diri diantara tiang -- tiang besi. Membayangkan gimana  kalau kakek dan nenek kepeleset, aku tambah cemas.

 Melihat  jalan  lumayan sempit, aku mengurungkan niat, untuk mengulurkan tangan  pada nenek. Dari pada membahayakan mereka, mending aku siaga dari jauh.

Meski sama sepuh dan ragu, nenek berusaha terus memandu kakek. Kudengar suaranya menegur kakek,yang tetiba duduk di besi bulat. Perlahan tapi pasti, mereka  meniti  jalan sampai ketempat aman.

Sementara pengemudi ketek yang tidak sopan itu, tidak terlihat niat untuk membantu. Membiarkan kakek dan nenek berjuang sendiri.

Aku mengabadikan moment ini sambil berdoa, semoga kakek dan nenek gak terpeleset. Akhirnya keduanya berhasil, mencapai bagian ruang  tunggu dermaga.

Bepergian dengan alat transportasi air bukan hal baru untuk warga Palembang. Menyebrang dengan perahu ketek lebih cepat dan praktis.

Sebelum Plaza Benteng  Kuto Besak dan Dermaga modern Pasar 16 dibangun, ketek bisa merapat  begitu dekat ketepian.

Saat surut kita bisa langsung lompat dari ketek, menjejak di pasir sungai musi lalu sampai ke jalan aspal. Sementara diwaktu pasang  ketek bisa merapat begitu dekat dengan tangga  yang sengaja dibuat untuk mempermudah naik turun penumpang.

Al hasil  sekarang yang berniat naik ketek di Palembang, harus kuat dan bernyali. Kuat kalau  harus melakukan, aksi  memanjat tiang dermaga. Punya nyali untuk melompati  kapal,  yang  sedang  digoyang arus.  Buat yang masih muda dan kuat mungkin gak masalah. Lah buat kaum lansia kegiatan turun naik kapal bisa jadi masalah besar.****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun