Mohon tunggu...
Rahma dona
Rahma dona Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

http://donasaurus.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sriwijaya, Poros Maritim dan Asian Games 2018

10 Agustus 2018   13:21 Diperbarui: 11 Agustus 2018   06:25 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kebudayaan.kemdikbud.go.id

Blasius Suprapta  dalam makalah  Kadatuan Sriwijaya Sebagai Poros Maritim Dunia Pada Masa Misi Gereja Katolik Suriah Timur Awal Abad VII - XIV menelusuri bukti bahwa  komunitas Katolik sudah dikenal masyarakat Sriwijaya.  Terjadi kontak antara penduduk  Sriwijaya dengan para misionaris/penginjil dapat dibuktikan dengan pengunaan Kemenyan dan Gharu yang merupakan komoditas asli Sriwijaya dalam ritual di Gereja Katolik.

Foto: donapalembang
Foto: donapalembang
Nampaknya   sudah perlu diadakan standarisasi penulisan nama-nama  yang digunakan sebagai kutipan dari sebuah prasasti. Entah karena lembar makalah hasil scan atau typo, ada perbedaan yang cukup mengangu. Nama lokasi yang disebut dalam prasasti Kedukan Bukit bertanggal 16 Juni 682, dapat dijadikan contoh.

Dr.Mhd.Nur,M.S   dari Universitas Andalas-Padang mengutip, Dapunta Hyang berangkat dengan perahu-perahu dari Minanga dengan membawa 20.000 pasukan dan 200 peti perbekalan dalam makalahnya  Peran Sriwijaya dalam hubungan internasional di kawasan Asia Tenggara

Haris Zaky Mubarak MA  mengutip dalam makalahnya  Kontribusi Sriwijaya dari Abad ke-7 sampai abad ke-14  Dalam Interaksi Ekonomi  Global ,Dapunta Hyang berangkat dari Minana ( dengan tanda koma di atas n terakhir)  dengan membawa 20.000 pasukan dan 200 peti perbekalan.

 Sementara  Tri Yuli Praptiningsih-Guru  SMA Katolik St.Louis 1 Surabaya dalam makalahnya  Peran kerajaan Maritim Sriwijaya Di Kancah Internasional pada Abad Ke-7  sampai ke-13 ,mengutip dari prasasti yang sama nama Minagatamwan.

Apakah ada perbedaan maksud  atara ketiga nama tersebut ?

Sejarawan tentu paham, bahwa nama-nama dalam suatu prasasti perlu  ditulis dengan benar hingga dapat ditelusuri  lebih jauh.

Setelah membaca bundel 50 makalah seberat 1 kilo 750 gram ini , saya mendapati 80%  pemakalah dalam daftar pustakanya memakai sumber buku refrensi yang sama.  Sebenarnya sah-sah saja, karena sejarah memang harus ada barang bukti untuk validasi. Tetapi, bila makalah 16  halaman dengan daftar pustaka 6 halaman mungkin pembaca awam akan meragukan orisinalitas dari  buah pikiran sang penulis.

Saya sempat ngobrol dengan beberapa mahasiswa pemakalah,  ingin tahu bagaimana mereka melakukan riset untuk menguatkan argumen dalam tulisan mereka. U la la , semua menjawab mereka hanya baca buku dan mencari -cari  kutipan dari sumber-sumber berbahasa asing melalui internett.

Pantas saja saat saya bertanya pada pemakalah dengan judul Refleksi Kejayaan Sriwijaya terhadap Strategi Pembangunan Dunia Maritim Dibawah Pemerintahan Sukarno, tentang apa ada  bukti prasasti atau catatan perjalanan siapa yang membuat ia bisa menuliskan  bahwa sistem pemerintahan Sriwijaya itu otoriter. Tidak ada kutipan tentang prasasti atau catatan perjalanan  yang mendukung pernyataan dalam makalah itu.

Dengan santai ia menjawab, mengutip dari buku Nugroho Noto Susanto terbitan Balai Pustaka dengan tahun cetak 2010. Mahasiswi ini tanpa merasa sungkan  berkelit  bahwa untuk mengumpulkan  bukti tentang pernyataan yang ia tulis dalam makalah akan memerlukan riset bertahun-tahun. Singkat kata, tidak ada waktu untuk chek dan rechek  karena sudah diburu waktu batas akhir pengiriman call for paper.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun