Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menuju TNI 4.0

12 Agustus 2019   12:51 Diperbarui: 12 Agustus 2019   12:58 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

TNI kuat, Negara Kokoh....

Pernyataan seperti mungkin sudah sering kita dengar, dan secara de facto TNI adalah salah satu pilar dalam menjaga keberlangsungan bangsa Indonesia, untuk itu kita sebagai masyarakat yang mempunyai nasionalisme pasti mengharapkan dan mendukung TNI yang kuat, maju dan modern, tetapi sampai dengan saat ini kita sebagai masyarakat harus bersabar untuk dapat melihat TNI yang modern dalam semua hal, sebagai contoh dalam hal doktrin, alutsista dan organisasi. 

Dalam tataran konsep dan perencanaan Pembangunan  TNI memang sudah selangkah lebih maju dari instistusi lain di Republik ini seperti Kementerian, Kepolisian dan lain-lain karena Kebijakan Pembangunan Pertahanan jangka panjang sudah mempunyai payung hukum yaitu Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 tentang kebijakan umum pertahanan negara, dalam peraturan tersebut memuat tentang langkah-langkah pembangunan TNI.

Untuk perkuatan alutsista  kita kemudian lebih mengenalnya dengan istilah Minimum Essential Force (MEF), yakni tingkat kekuatan yang mampu menjamin kepentingan strategis pertahanan yang mendesak, pada MEF ini pengadaan alutsista dan peralatan lain diprioritaskan untuk menambah kekuatan pokok minimal dan/atau mengganti Alutsista/alat peralatan yang sudah tidak layak pakai.  

Di peraturan itu juga tertuang kewajiban TOT (transfer of Technology) dalam hal melakukan impor alutsista. MEF dibagi dalam 3 tahap yakni MEF I tahun 2010 s/d 2014,  MEF II tahun 2015 s/d 2019 dan MEF III tahun 2020 s/d 2024, diharapkan pada akhir pelaksanaan MEF, kekuatan TNI sudah mampu menghadapi ancaman dan tantangan yang dihadapi. 

Setelah melihat kemajuan MEF sampai dengan saat ini yaitu ditahap MEF II, kita sudah melihat kemajuan TNI di berbagai sektor seperti penggantian alutsista yang sudah tua, kedatangan berbagai alutsista baru dan yang paling menggembirakan adalah  skema TOT yang diharuskan dalam impor alutsista perlahan-lahan mampu menghidupkan kembali BUMNIS Strategis seperti PINDAD, PAL, PT. DI dan juga perusahaan perusahaan swasta yang bergerak di sektor produksi alutsista.

Untuk produksi alutsista,  kemampuan produksi dalam negeri  sudah sampai pada taraf teknologi menengah seperti Panser Anoa, Badak, Roket, UAV,KCR 60m, kapal LPD dan masih banyak lagi alutsista yang dapat diproduksi di dalam negeri, kemudian kita juga sedang menjalin kerjasama dengan negara lain dengan skema alih teknologi tinggi untuk pembuatan kapal selam kerjasama dengan Korea Selatan, proses pembuatan jet tempur dengan Korea Selatan dan pembuatan Kapal Light frigate dengan Belanda.

Kita layak memuji kemajuan pembangunan alutsista yang dicapai oleh TNI dan  BUMNIS Strategis yang mulai berkembang, tetapi kita harus tetap kritis melihat kekurangan dan kelemahan yang terlihat ditengah kemajuan tersebut. Di MEF II ini terlihat banyak masalah dalam pemenuhan alutsista, kalau ditelisik lebih dalam terlihat kurang sinkronnya TNI sebagai user dengan Kementerian Pertahanan sebagai institusi yang berwenang dalam hal pengadaan alutsista.

Sebagai contoh : pengadaan satelit militer yang tidak jelas karena lupa mengalokasikan anggaran padahal sudah disetuji DPR (kok bisa lupa...ha.ha), Program jet tempur KFX/IFX yang tersendat-sendat, masalahnya bukan di pihak Korea tapi di pihak kita, pengadaan SU 35 sebagai pengganti F5 yang tidak jelas sampai sekarang padahal sudah tanda tangan kontrak, Pengadaan Frigate pengganti Ahmad Yani Class yang belum jelas arahnya, memperbanyak PKR 105 atau membeli Frigate jenis lain. 

Padahal kalau melihat ancaman yang paling aktual, TNI sudah seharusnya mengantisipasi semakin agresifnya China di Laut China Selatan, begitu juga dari segi keseimbangan postur militer kita dengan negara tetangga TNI masih ketinggalan dengan Singapura, Thailand, Australia, yang paling terlihat adalah  TNI masih masih ketinggalan dalam hal alutsista yg mendukung perang elektronik seperti Satelit Militer, Pesawat AWACS, dan belum ada platform Data Link  yang mampu mengintegrasikan seluruh matra dalam satu komando yang seragam, berkaca dari  Operasi "Desert Storm" di Timur Tengah, taktik pertempuran di era 4.0 sudah harus mengadopsi  item-item yang kita sebutkan diatas untuk memudahkan para Komandan dan operator lapangan mengetahui situasi pertempuran secara real time sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat. 

Dengan semua permasalahan kita sebagai masyarakat sipil mengharapkan di MEF III TNI dapat memprioritaskan pemenuhan item-item ini, sehingga TNI  dapat mengikuti dan menerapkan taktik pertempuran  4.0.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun