Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Bola

Apakah Era "Tiki Taka" Sudah Berakhir?

21 Mei 2019   14:52 Diperbarui: 22 Mei 2019   16:09 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Strategi Sepakbola selalu adaptif dengan zamannya dan mengikuti trend, sudah menjadi patron bahwa strategi sepakbola selalu berkembang, digdaya di zamannya, sebelum dikalahkan oleh antitesisnya.  Mari kita mulai dari era Verou, ditemukan oleh Swiss, gaya permainan defensif.  Dengan filosofinya fokus pada pertahanan yang dianggap sebagai kunci kemenangan,  dengan gaya permainan ini Swis mengejutkan dunia di Piala Dunia tahun 1954, era  ini akhiri oleh gaya permainan "jogo bonitonya" Brazil, yaitu gaya  permainan ofensif yang indah dan menghibur,  gaya permainan ini menuntut pemain yang skillfull dan trampil mengolah bola, taktik ini seperti antitesis gaya bertahannya Verrou yang mengutamakan pertahanan, Brazil berhasil menjuarai Piala Dunia Tahun 1958 dengan jogo bonito, sampai skrg Brazil masih mempertahankan gaya ini dan menjadi ciri khas permainan negara tersebut, tetapi gaya tersebut sudah berevolusi untuk menyesuaikan dengan gaya permainan sekarang,  seperti era sebelumnya, para pelatih mulai mencari  antitesis dari strategi ini, dengan gaya permainan baru yang dikembangkan di Inggris, negara itu telah menemukan gaya bermain bola yang dapat mengimbangi permainan Jogo Bonitonya Brazil, gaya bermain  yang mengandalkan permainan direct, umpan lambung, kecepatan pemain dan sangat mengandalkan fisik,  tahun 1966 Inggris juara dunia dengan gaya yang lazim disebut dengan kick n rush, sampai saat ini kita masih dapat melihat tim di negara gabungan Britania Raya  yang bermain dengan kick n rush, di Divisi Championship pelatih Midlesborough Tony Pulis masih kukuh memainkan gaya ini ditengah serbuan gaya  permainan yang mengadopsi gaya permainan Eropa daratan yang mengandalkan umpan datar dari kaki ke kaki.

Ditengah maraknya klub yang memainkan gaya kick n rush, kita kemudian menonton lagi gaya permainan yang lebih atraktif, gaya permainan ditemukan oleh Rinus Michel dan Ajax dengan iconnya yang paling terkenal yaitu kapten timnas Belanda di zaman itu Meneer Johan Cruyff, kita lebih mengenalnya dengan nama total footbal yaitu gaya permainan menyerang yang menuntut pemain melakukan permutasi dan operan yang sempurna, sayangnya gaya ini tidak pernah mencapai puncaknya meskipun sangat menghibur, Belanda hanya menjadi runner-up pada piala Dunia Tahun 1974, gaya permainan ini sangat menarik untuk dilihat yaitu gaya menyerang yang attraktif  dan konstan menyerang selama pertandingan. Dengan  formasi baku 4-3-3, total football banyak menginspirasi taktik permainan sepakbola sampai sekarang, sekarang masih bisa kita lihat peninggalan Cruyff semasa melatih di Barcelona, gaya permainan tiki taka diilhami oleh total football,  di masa kegemilangan total football yang dapat kita lihat di timnas Belanda, Belgia dan klub Ajax Amsterdam, Italia berhasil menandai  era 80-an dengan penemuan sistem permainan yang sangat efektif yang kemudian disebut dengan Catenaccio atau sering juga disebut sistem pertahanan Grendel yaitu permainan yang menitik beratkan pada pertahananan, gaya bermain ini memunculkan posisi yang baru, Pemain belakang yang disebut dengan libero di belakang 3 Pemain bertahan, Libero berfungsi untuk menyapu bola yang lepas dari 3 pemain bertahan tapi secara umum tugas dari libero ini adalah free role garis pertahanan karena kemudian kita bisa melihat pemain di posisi dapat merangsek ke depan dan mengirim umpan langsung ke pemain depan ,di era ini banyak muncul Libero-hebat terutama di Liga Italia seperti Gaetano Scirea, Franco Baresi, Alesandro Nesta  dan yang paling dikenal adalah libero jangkung dari Jerman yaitu Franc Beckenbauer, seorang libero bertipe free role selain bertahan dia juga mampu menjadi orang pertama yang menginisiasi serangan ,era ini cukup bertahan lama, hal ini dibuktikan dengan hampir semua tim pada waktu itu memakai formasi 3-5-2, formasi ini dengan segala evolusi taktik  juga memunculkan posisi baru yaitu posisi nomor 10 di di belakang 2 pemain depan yaitu regista atau playmaker atau fantasista, pemain yang berposisi gantung di 1/3 garis serangan dan juga bebas bergerak kemana saja membelah pertahananan lawan, melepaskan umpan terobosoan sekaligus mengatur tempo permainan, Andrea Pirlo adalah pemain bertipe playmaker, tetapi seiring perubahan taktik di sepakbola Pirlo harus berubah posisi menjadi gelandang bertahan di AC Milan ketika dilatih oleh Carlo Ancelotti, posisi baru yang ditemukan Ancelotti yang kemudian disebut Deep Lying Playmaker, yaitu playmaker yang beroperasi di belakang.

Era cattenaccio ini perlahan mulai memudar dan berevolusi, di Italia kemudian muncul gaya permainan yang baru dengan gaya permainan "Corto Streto" AC Milan dibawah pelatih Arrigo Sachi dan Fabio Capello,nyaris menjadi di tim tak terkalahkan, sampai menjadi satu-satunya klub yang mendapat julukan "Dream Team", permainan corto streto ini menganut permainan dengan umpan pendek merapat dari kaki ke kaki  dengan penempatan posisi pemain sangat rapat dan pressing yang ketat terhadap pemain lawan setelah kehilangan bola, jarak antara pemain belakang dengan striker di depan diusahankan tidak lebih dari 20 meter, tetapi tipe permainan ini masih memakai seorang playmaker, muncul playmaker brilian dari negeri belanda di AC Milan yaitu Ruud Gullit, playmaker yang lengkap dan malah ditambah bonus yaitu bisa bertahan. Taktik ini memang hampir sempurna karena selain kuat di penyerangan juga tangguh di pertahanan.  Taktik ini sangat mengilhami gaya permainan di zaman sekarang yaitu ball possesion (tiki taka) yang diwakili oleh Barcelona dan counter pressing (gegen pressing) yang terwakili oleh Liverpool. 

Di era tahun 2000-an gaya permainan sepakbola kalau kita lihat hampir seragam, yaitu gaya sepakbola dari Eropa daratan yaitu umpan pendek dari kaki ke kaki yang diselingi umpan silang dari sayap, tetapi di akhir 2000-an dunia  diracuni oleh tiki taka, permainan menyerang dengan filosofi penguasaan bola selama mungkin dan menunggu terjadinya gol, tiki taka merupakan penyempurnaan dari total football, serangan dibangun perlahan-lahan dari garis pertahanan dan hampir tidak pernah kita melihat umpan lambung dari belakang ke depan, gaya permainan ini dicerminkan oleh Barcelona era Guardiola dan Timnas Spanyol, di akhir di 2000-an Barcelona dan Spanyol hampir tidak terkalahkan dan menguasai sepakbola dunia,  kehebatan taktik ini mungkin hanya dapat dihentikan sesekali oleh "Parkir Busnya" Mourinho dan "counter attacknya" Zidane, bukan hal aneh pada satu musim kompetisi ball possesion Barcelona  berada di angka 60 sampai 70%.  Ketika gaya ini mulai ditiru oleh banyak klub dan negara muncul pelatih-pelatih muda di tanah Jerman yang menemukan antitesisnya seperti Juergen Klop, Julian Nagelsman, Hasenhutll. Juergen Klop yang menangani Borusia Dortmund di Jerman menerapkan antitesis dari tiki taka (ball Possesion), Klop sendiri menyebutnya "Gegen Pressing", yang kalau kita kenal secara umum adalah counter pressing, taktik  ini efektif melumpuhkan Tiki Taka, Pemain depan dan gelandang serang diwajibkan menekan langsung back lawan sesaat setelah kehilangan bola pada saat menyerang, artinya taktik ini bertujuan merusak transisi dari bertahan ke menyerang,  dengan cara ini pemain belakang tidak nyaman membangun serangan dari bawah dan dipaksa untuk melakukan umpan lambung,  ketika dilatih oleh Klop, Borusia Dortmund dapat beberapa kali mengalahkan Bayern Muenchen  yang  menerapkan tiki taka pada ketika dilatih oleh Pep Guardiola. Taktik ini memunculkan posisi baru yaitu defensive Striker,  Guardiola sampai harus memodifikasi gaya permainan Bayern Muencen, meskipun kukuh dengan permainan ball possesion dia mengubah Philip Lahm yang seorang wing back kiri menjadi gelandang bertahan dan melibatkan Manuel Neuer, sering kita lihat dalam permainan bertahan Philip Lahm berada di posisi wing back kiri, kemudian ketika transisi menyerang di bergerak ke tengah ke posisi gelandang bertahan. Manuel Neuer juga aktif melakukan ball possesion  untuh menambah  jumlah peluang pemain yang bebas untuk diumpan, karena pemain depan dan gelandang Dortmund sangat agresif menekan bek Muenchen dengan tujuan merusak transisi bertahan ke penyerangan.   Hanya dengan evolusi taktik ini dan memang pemain bintang Borusia Dormund banyak yang dijual, Guardiola mampu mengalahkan Klop di musim terakhir dia di Muenchen.

Tetapi di Liverpool, dengan finansial klub yang sehat serta didukung penuh oleh Dewan Direksi Klub, Juergen Klopp leluasa memilih pemain untuk memaksimalkan taktik "gegen pressing". Di musim pertama memang belum terlalu terlihat karena pemain Liverpool masih beradaptasi dengan "gegen pressing", kemudian di musim kompetisi 2018/2019 kita melihat Liverpool berubah menjadi tim yang menakutkan di seluruh daratan Eropa, Klop sudah menjadikan Liverpool menjadi tim yang sangat atraktif.  Pertandingan semifinal Leg Kedua Liga Champion antara Barcelona vs Liverpool, bukti ketangguhan Liverpool dan menjadi gambaran pertarungan hegemoni anatara "tiki taka"  versus counter pressing atau high pressing, meskipun Barcelona di era Valverde sudah mulai mencoba taktik umpan lambung, umpan silang dan serangan balik, Barcelona tetap identik dengan permainan tiki taka karena meskipun begitu dari komposisi pemain Barcelona, tim ini memang dibangun untuk memainkan tiki taka.  Tetapi  di pertandingan ini statistik pertandingan menunjukkan bahwa  Barcelona hanya mencatatkan 52% penguasaan bola, kemudian dari 6 tembakan yang mengarah ke gawang tidak ada satupun terkonversi menjadi gol. Penguasaan Bola Barcelona tidak berjalan dengan baik karena penyerang dan gelandang Liverpool selalu menerapkan high pressing sesaat setelah kehilangan bola . Di pertandingan ini saya berpikir bahwa era tiki taka sudah habis, Barcelona harus merevolusi gaya permainannya dan mengganti komposisi pemainnya, apalagi metronom Barcelona sekarang tidak ada yang sebagus Xavi Hernandes dan Andres Iniesta, mungkin Barcelona harus meniru gaya permainannya Manchester City yang menggabungkan tiki taka dengan high pressing. Barcelona harus sadar tiki-taka memang sudah mempunyai antitesisnya, dalam level yang kebawah kita bisa melihat Timnas Indonesia U-22  yang mencoba bermain dengan gaya tiki taka atau ball possesion dibawah asuhan Indra Syafri habis dibantai Timnas U22 Thailand. Sekarang Eranya Ball Possesion yang dipadu dengan high pressing dan "gegen pressingnya" Juergen Klop. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun