Mohon tunggu...
PMPKL
PMPKL Mohon Tunggu... Buruh - Persatuan Mahasiswa Pemuda Kristen Loloda

Manulis untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Healthy

“Takut Vaksin dan Tekanan Ekonomi”

24 Juli 2021   07:45 Diperbarui: 24 Juli 2021   08:59 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecenderungan manusia itu mencari informasi berdasarkan apa yang mereka percayai, apa yang membuat mereka merasa aman sehingga lebih tenang. Ada sebagian orang yang mengetahui situasi pandemi ini kemudian mencari rasa aman dan tenang dengan mencari informasi apa yang bisa dilakukan untuk menjaga diri sendiri.

Kebalikannya, sebagian yang lainnya memilih tidak percaya sehingga lebih memilih percaya ke dugaan konspirasi.

Mari kita mulai dengan kata "kenapa", sebuah kata tanya yang perlu ditanyakan terkait masalah dan dinamika sosial yang tengah dihadapi oleh kondisi negara kita saat ini.

Kita dibuat panik dengan meningkatnya kasus pasien positif Covid 19 varian delta, ada daerah yang di tegaskan sudah berada pada zona merah, kuning, hijau dll.
Korban meninggal pun sudah binggung dihitung statistik.

Sementara di kenyataan yang lain, kondisi ekonomi bangsa menuntut rakyat berpenghasilan rendah harus beradu nasib karena demi isi perut dan kebutuhan-kebutuhan lain yang bersifat wajib.

Di satu sisi, keselamatan nyawa jadi taruhan, disisi yang lain, mati kelaparan jadi "monster" paling menakutkan. Apalah kata, keberlangsungan hidup harus terus berlanjut. Belum lagi, vaksin dengan ragam jenis ditawarkan masih jadi belenggu bagi banyak orang. Merasa tidak aman, karena kontroversi kematian akibat vaksin.

Disuntik sakit, bisa juga mati. Tidak disuntik bisa jadi lebih sakit. Bisa juga mati, semoga serba ambigu. Antara mencegah atau dicegah. Alhasil, perintah protokol kesehatan tidak terlalu mempan, surat swab deng beberapa model tak mampu, larangan lewat PPKM berjilit-jilit rakyat di paksa berkurung diri, maka muncullah sertifikat. Tekanan psikologi makin bertambah. Sementara tenaga kerja asing berdatangan, bebas seperti tak ada apa-apa.

Tabung oksigen jadi banyak "peminat", Rumah Sakit kian sesak, ekonomi warga melemah, teriakan lapar dimana-mana. Mau tidak mau, ketakutan terhadap vaksinasi harus dilawan, demi apa.? Sertifikat. Sebab, semua urusan administrasi kenegaraan dan maupun daerah, butuh legalitas sehat, rakyat terima bantuan sosial pun harus dilampirkan surat sehat, kasihan Orang sehat di kejar-kejar, orang sakit di tolak rumah sakit.

Benar bahwa sehat itu mahal, makanya diminta untuk jaga pola makan dan rajin olahraga. Pertanyaannya, jika sehat hanya sebuah label, maka sudah barang tentu akan jadi bisnis, yang bisa dipastikan jauh lebih mahal dari harga yang kita duga. Kenyataan memang demikian, selain sehat itu mahal, sehat itu juga "bisnis". Menggiurkan, menguntungkan.

Kita sedang berada dalam kondisi yang paling dilematis. Presiden kita, Bapak Joko Widodo diminta oleh khalayak ramai untuk segera angkat bendera putih, dalam bahasa lain harus segera menyerah (mundur). Mungkin karena tak ada tanda-tanda bisa mencegah malah makin parah rakyat dibuat susah. Juga beberapa Menteri kita yang diduga tidak konsisten melawan pandemi ini beserta dampaknya. Belum lagi, ada yang sibuk nonton sinetron bertemakan cinta lalu buat cuitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun