Mohon tunggu...
Don Zakiyamani
Don Zakiyamani Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi Senja

personal web https://www.donzakiyamani.co.id Wa: 081360360345

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kuburan Massal dan Sapaan

30 Agustus 2019   08:44 Diperbarui: 30 Agustus 2019   09:02 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selepas gempa dan tsunami Aceh kuburan korban belum serapi hari ini. Kepanikan yang melanda membuat korban tsunami dikuburkan di satu tempat. Salah satu kuburan pada saat itu di Darussalam. Dan beginilah cerita pada malam itu.

Malam itu sekitar pukul 2 malam kami kehabisan kopi dan rokok. Biasalah mahasiswa akhir yang sedang bergelut dengan tugas kuliah dan skripsi butuh 'teman' tanding. Karena begitu pengin mengkonsumsi keduanya (rokok dan kopi) maka jam larut tidak kami peduli.

Saya, bersama seorang teman akhirnya berjalan kaki menuju pasar terdekat. Sebenarnya tidak dekat, apalagi jalan kaki di tengah malam. Kami terutama saya tidak memiliki firasat atau perasaan takut. Kami biasa memang berjalan kaki di tengah malam mencari nasi atau kebutuhan lainnya. 

Belum jauh kami berjalan dari kos-kosan, kira-kira sekitar 5 menit perjalanan. Sayup-sayup terdengar suara memanggil. Teman saya mulai panik, ia ternyata mendengar hal yang sama. Saya coba membalas sapa namun suara itu malah menjauh dan lenyap.

Tak lama kemudian suara itu datang lagi. Dalam hati, ah barangkali karena dekat kuburan massal ada orang yang menguji kami. Sebagai korban tsunami sebenarnya rasa takut sudah lenyap. Maklum, selepas tenggelam dan muncul ke permukaan saya langsung melihat mayat di atas permukaan.

Setelah suara sapaan hilang, muncul lagi suara nyanyian. Mirip di film-film horor. Ah kami tak bergeming, kami jalan terus. Setelah sampai ketujuan dan membeli segala yang dibutuhkan kami balik ke kos-kosan. Sekali lagi suara itu datang, kali ini kami coba datangi sumber suara. Namun semakin didekati semakin jauh suara tersebut. 

Akhirnya kami putus asa, hendak berdialog dengan makhluk gaib gagal. Kami memutuskan balik ke kos-kosan. Sesampai di kos-kosan kami ceritakan pada teman-teman di kos. Ternyata mereka mengalami hal yang sama. 

Sampai sekarang kami tak menemukan jawaban, apakah itu suara manusia atau siapa. Yang pasti saat itu hujan rintik-rintik, lampu jalan padam, lumayan menyeramkan. Tapi rasa takut berlebihan juga bukan solusi, itulah mengapa kami terus berjalan bahkan mendatangi sumber suara.

Kalaupun itu suara manusia, mereka gagal menakuti kami. Kalau itu suara makhluk gaib, mereka sukses menjadikan kami lebih percaya kepada kekuatan Tuhan. Ketika kita yakin Tuhan Maha segalanya maka yang lain hanya makhluk. Ketika kita percaya manusia sebagai leader, maka yang lain hanya follower.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun