https://orangindonesiabahagia.blogspot.com/2018/10/oversode-pencitraan-jokowi-dan.html
Semakin dilakukan pencitraan kelewat batas, publik makin tersadarkan akan adanya hal besar yang coba ditutupi oleh rezim ini.
Menduduki hampir seluruh media mainstream yang ada di Indonesia? Sudah, pake buzzer? sudah,drama-drama? Sudah, pura-pura pahlawan? Sudah. hampir semua cara dan gaya untuk melahirkan image yang sesuai pesanan bisa kita lihat dimana-mana.
Lalu apa itu berhasil? Belum tentu. Semakin rezim ini panik semakin kelihatan tidak natural yang dilakukan.
Sejak awal sudah banyak hal-hal yang sangat tidak natural yang menyakitkan mata. Selain gimmick remeh temeh yang tidak kontekstual terhadap keberlangsungan negara, tidak ada prestasi yang benar-benar berarti berdampak pada masyarakat, terutama masyarakat kecil alias wong cilik yang selalu dijadikan bahan jualan. Hanya klaim dan klaim. Lalu pengikut rezim akan berkoar-koar soal "mana datanya?", bila ada pihak yang memberi kritik. Â Padahal, sering kali data menyesatkan justru di tembakkan sendiri ke udara oleh pemerintah.
Sisi lain seorang pemimpin dalam keseharian memang menarik untuk kita simak, bagaimana pemimpin kita menghabiskan waktu senggang atau kegemaran unik sang petinggi, tapi apakah harus didandani hingga menjadi orang lain? Memaksa mengikuti kegemaran pasar untuk dapat disukai dan mengkhianati jati diri, maka itu bisa kita sebut apa kalau bukan pencitraan overdosis untuk mengalihkan perhatian publik. Terutama swing voters yang masih galau, atau pemuja bersertikat permanen yang memang sudah diprogram demikian, tinggallah pemelihara nalar yang kadang harus urut dada karena terlalu unfaedahnya ulah penguasa.
Lalu apa yang sebenarnya ingin ditutupi?
Bila bicara saat ini, selain kenyataan sulitnya perekonomian yang diderita. Rakyat yang selalu di nafikan, ada penanggulangan bencana yang kenyataannya di lapangan masih kacau balau, ada tiga hal yang dari ratusan list yang bisa kita temukan di google atau kita lihat dan rasa langsung yang paling kentara dan susah untuk ditutupi walau tidak kapok terus dilakukan.
Pertama, Hutang.
Di triwulan ke dua  2018 hutang kita sudah berada pada 355,7 miliar USD yang setara dengan Rp.5.193,2 triliun. Berdasarkan keterangan resmi Bank Indonesia, utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 179,7 miliar dolar AS atau Rp2.623,6 triliun, serta utang swasta sebesar 176 miliar dolar AS atau Rp2.569,6 triliun.
Pengelolaan utang negara selama tiga tahun terakhir bisa kita temukan datanya dimana-mana cenderung buruk. Bahkan INDEF menyebut pemerintah terlalu mengobral utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) yang cenderung dikuasai oleh pihak asing dalam mata uang asing.
INDEF juga mengungkapkan, kepemilikan asing terhadap Surat Berharga Negara (SBN) perlu diwaspadai.Â