Kenyataan bahwa perangkat digital lebih banyak diakses ketimbang buku cetak tak dapat dielakkan lagi. Survei dari Nielsen pada tahun 2016 menemukan bahwa anak lebih gemar mencari informasi dan sumber pengetahuan dengan mengakses internet ketimbang membaca buku.Â
Jika ditarik sampai tahun sekarang, trend ini tentu meningkat tajam. Sampai di sini kita perlu melihat lagi hal kebiasaan membaca, terutama pada soal membaca teks cetak yang berkembang menjadi membaca di media digital.
Salah satu perilaku membaca saat ini adalah kebiasaan membaca teks-teks pendek dan kemampuan multitasking saat membaca. Membaca di zaman digital ini tak lagi fokus pada satu topik yang panjang dan lama. Akibatnya tujuan membaca menjadi pragmatis, meskipun dihadapkan pada banyak sekali referensi yang mudah ditemukan, orang membaca hanya untuk mencari informasi yang spesifik.Â
Dengan cara ini, aktivitas membaca menjadi dangkal dan mudah hilang tersapu informasi baru yang muncul. Jika seperti ini, bagaimana menumbuhkan mental logis di era digital ini?
Aktivitas literasi dasar seperti membaca, menulis dan berhitung merupakan salah satu sarana menumbuhkan mental logis. Namun pada saat ini, munculnya Revolusi Industri 4.0 menuntut adanya perubahan paradigma dalam gerakan literasi. Aspek literasi dasar seperti membaca, menulis dan berhitung tidak cukup menjadi modal kontribusi seseorang dalam kehidupan sosial yang lebih luas.Â
Mencoba mempelajari keterampilan baru, belajar membangun hubungan dengan orang lain dan menjalin kolaborasi merupakan sarana kecil dalam membentuk mental logis. Era baru ini menghadirkan dimensi baru literasi, yakni literasi teknologi, literasi data, dan lebih jauh lagi literasi manusia.Â
Mental logis berkaitan dengan kemampuan menarik hubungan sebab-akibat, termasuk kemampuan memecahkan masalah yang hanya bisa diperoleh dengan memperbaiki pola pikir, membangun paradigma baru baik secara pribadi maupun bersama.