Mohon tunggu...
Domingos De Araujo
Domingos De Araujo Mohon Tunggu... lainnya -

Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menjadikan warga negaranya bertumbuh dan berkembang secara utuh ke arah yang lebih manusiawi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PKM-M: Peningkatan Kemampuan Belajar Hitung pada Anak Melalui Ragam Permainan Kreatif

10 Juli 2013   14:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:45 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan tonggak kemajuan suatu bangsa. Dengan pendidikan yang baik, peningkatan kesejahteraan dan kecerdasan sumber daya manusia dapat ditingkatkan. Seperti yang tertuang dalam KTSP 2006, fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI tahun 1945 yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik dalam segala aspek yang meliputi beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Cita-cita luhur bangsa yang mulia ini dalam aplikasinya masih dalam bayang-bayang mimpi. Maka dari itu peningkatan kecerdasan sumber daya manusia sangat penting.

Cita-cita dalam bayang-bayang mimpi inilah yang masih menjadi tugas rumah pemerintah yang belum terselesaikan sampai saat ini. Pendidikan semakin hari semakin mahal dan tidak memberikan kesempatan kepada anak pinggiran sungai maupun anak miskin pinggiran kota untuk mengenyam pendidikan. Data statistik menunjukkan, pencapaian kinerja pemerintah di bidang pendidikan tidak menunjukkan hasil yang signifikan dan terdapat 10,268 juta siswa usia wajib belajar (SD dan SMP) yang tidak menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Di sisi lain, masih ada sekitar 3,8 juta siswa yang tidak dapat melanjutkan ke tingkat SMA karena ketidakmampuan masyarakat memenuhi biaya pendidikan (Kompas, 26 Desember 2011)

Meningkatnya anak yang putus sekolah, membuat mereka tidak cukup memiliki pengetahuan baik itu dalam hal pelajaran maupun pengalaman belajar. Hal tersebut pada umumnya dialami oleh anak-anak yang tergolong keluarga miskin, baik itu miskin di pinggiran kota maupun yang berada di pedesaan.

Gambaran masalah tersebut ditemui di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Terutama di daerah-daerah pinggiran Kali Code yang didiami oleh masyarakat miskin pinggiran kota atau kadang disebut juga dengan masyarakat urban perkotaan. Terdapat satu daerah di Pinggiran Kali Code yang notabene memiliki permasalahan pada pendidikan anak-anak sekolah dasar yaitu daerah Jogoyudan. Daerah yang terletak di di belakang SD BOPKRI Gondolayu ini merupakan daerah yang padat dengan pemukiman dan tidak memilki tempat bermain yang memadaiuntuk anak-anak usia sekolah dasar.

Anak-anak di daerah pinggiran Kali Code yang bersekolah di sekolah-sekolah sekitar tempat tinggal mereka, pada umumnya mengalami kegagalan dalam belajar yang mengakibatkan ketidakmampuan melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Pak Wawan, selaku Ketua RW 08 Jogoyudan mengatakan bahwa 90 persen masyarakat pinggiran Kali Code tidak lulus sekolah menengah dan hanya 10 persen yang dapat melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi karena faktor ekonomi. Hal ini diperkuat pula dengan hasil wawancara kepada dua narasumber lain pada tanggal 9 Oktober 2012 yakni, Pak Nasrul, dan Mas Cahyono, yang mengatakan bahwa 90 persen masyarakat Kali Code bermata pencaharian sebagai pekerja serabutan (tidak memiliki pekerjaan tetap).

Menurut Mas Cahyono, selaku ketua umum paguyuban masyarakat kampung basis pinggiran sungai Kali Code, anak-anak tersebut lemah dalam hal akademik, salah satunyadalam pelajaran Matematika. Hal ini diperkuat dengan data yang dikumpulkan oleh Pak Wawan bahwa anak SD kelas 1, 2, dan 3 di RT 32, 33, dan 34 yang tidak lulus KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum)berjumlah dua puluh anak. Mata pelajaran matematika tersebut sangatlah penting untuk membentuk pola pikir mereka. Riedesel, Schwartz, dan Clement (1996) mengatakan bahwa matematika dapat digunakan sebagai alat berpikir yang sangat efektif untuk memandang masalah-masalah yang muncul sehingga masalah-masalah tersebut akan dapat dihadapi dan diselesaikan.

Selain nilai akademis yang kurang dari KKM, mereka juga dihadapkan pada permasalahan kurangnya motivasi dan minat orang tua untuk memotivasi anak untuk belajar. Kebanyakan orang tua di Jogoyudan tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar mereka. Orang tua juga memiliki pola pikir dimana keinginan anak adalah hal yang utama. Mereka selalu mengabulkan keinginan anak-anaknya walaupun harus berhutang kepada orang lain untuk memenuhi keinginan yang tidak begitu penting.

Permasalahan sempitnya lahan untuk belajar, masalah ekonomi serta kurangnya motivasi dan minat orang tua untuk mengajarkan anak mereka, membuat tim Program Kreativitas Mahasiswa-Pengabdian  Masyarakat (PKM-M) Universitas Sanata Dharma mencoba untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tim PKM-M menyediakan solusi pembelajaran yang efektif dan sesuai untuk anak-anak pinggiran Kali Code dengan berfokus pada pembinaan kemampuan anak dalam berpikir logis sejak dini melalui pembelajaran matematika dengan metode ragam permainan kreatif. Solusi tersebut tertuang dalam PKM-M yang berjudul Peningkatan Kemampuan Belajar Hitung pada Anak Melalui Ragam Permainan Kreatif. Tim PKM-M berkeyakinan teguh bahwa melalui pembelajaran hitung dengan metode ragam permainan kreatif kemampuan berpikir logis anak dapat meningkat. Melalui ragam permainan kreatif anak dapat mengetahui sebab dan akibat munculnya suatu permasalahan yang ditimbulkan dari permainan, sehingga anak dapat memecahkan permasalahan tersebut. Tim PKM-M berharap melalui metode tersebut hal-hal yang membatasi ruang gerak anak untuk berkembang dan berpikir kritis dapat diatasi dan menjadi daya pemicu bagi orang tua dalam mendidik anak. Tim PKM-M juga mensosialisasikan metode-metode pembelajaran tersebut kepada orangtua dan pengurus RW 08 sehingga ketika program PKM-M berakhir orang tua tetap melanjutkan apa yang telah tim PKM-M lakukan.

B. Metode Permainan Ragam Permainan Kreatif


Metode yang digunakan dalam meningkatkan kemampuan hitung anak adalah Ragam Permainan Kreatif. Ragam permainan kreatif merupakan kumpulan beberapa permainan tradisional yang didesain sesuai dengan tujuan dalam meningkatkan kemampuan hitung anak serta beberapa jenis permainan hasil kreasi sendiri. Permainan tradisional yang tim PKM-M gunakan diantaranya adalah, Dakon, Nekeran, Pathilan, Kubuk manuk, Pasaran. Permainan hasil kreasi tim diantaranya, Kotak Poro-Poro, “Carilah Aku!”, Bundaran Hitung Angka, “Salah? Coba Lagi!”, Angka Sempurna”, dan Pelangi Matematika.

Penggunaan ragam permainan kreatif ini merupakan salah satu bentuk untuk meminimalisir banjirnya permainan modern yang lebih mengutamakan sikap individual dalam memainkannya. Permainan tradisional banyak mengandung nilai pendidikan yang dapat diperoleh anak ketika mereka memainkannya, salah satu yang difokuskan dengan metode ini adalah bagaimana permainan tradisional dan permainan hasil kreasi penulis mampu meningkatkan kemampuan hitung anak yang pada akhirnya membawa anak pada pemikiran yang kritis. Dra. Sumintarsih (2008), dosen Ilmu Budaya UGM, dalam bukunya mengungkapkan bahwa bermain sebagai persiapan menjadi orang dewasa, wujud kecemasan dan kemarahan, dan sebagai peningkatan kemampuan beradaptasi. Hal-hal yang diungkapkan oleh Sumintarsih merupakan suatu gambaran bagaimana melalui permainan anak disiapkan untuk menjadi orang dewasa yang kreatif. Oleh karena itu penulis menyakini bahwa kekuatan permainan tradisional mampu meningkatkan kemampuan berhitung anak sehingga anak dapat berpikir kritis dalam membangun dirinya.

Prosedur pengaplikasian permainan yaitu (1) Persiapan, (2) Pengaplikasian, dan (3) Evaluasi. Tahap persiapan meliputi pembuatan rancangan bimbingan dan menyediakan alat-alat permainan. Tahap pengaplikasian meliputi kegiatan pengumpulan anak-anak, berdoa bersama, menyanyi bersama, pembagian kelompok berdasarkan kelas, penjelasan tentang cara bermain, tujuan dari permainan dan bermain bersama. Tahap evaluasi meliputi pengamatan dan pengarahan saat anak mengalami kesulitan dalam bermain, pemberian nilai dan evaluasi permainan. Evaluasi permainan bertujuan untuk melihat apakah permainan tersebut efektif untuk belajar hitung atau tidak.

Contohnya adalah saat pengaplikasian Kotak Poro-poro. Kotak Poro-poro yang berarti kotak pembagian adalah suatu permainan hasilkreasi tim PKM-M yang digunakan untuk mempelajari pembagian dan perkalian dengan menggunakan kotak-kotak kecil dan biji-bijian. Tahap persiapan yang dilakukan adalah pembuatan rancangan bimbingan dan penyediaan alat-alat permainan yaitu biji-bijian dan sejumlah kotak kecil. Tahap pengaplikasian permainan Kotak Poro-poro diawali dengan mengumpulkan anak-anak, berdoa bersama, menyanyikan lagu “Layang-layang”, pembagian berdasarkan kelas, penjelasan tentang kegunaan dan cara bermain, kemudian bermain bersama dengan menggunakan Kotak Poro-poro. Tahap evaluasi permainan Kotak Poro-poro meliputi pengarahan saat anak mengalami kesulitan dalam memainkan Kotak Poro-poro, pemberian nilai pada soal-soal yang telah dikerjakan anak dengan bantuan permainan Kotak Poro-poro dan evaluasi permainan Kotak Poro-poro.

C. Hasil


Program PKM-M ini dilaksanakan mulai tanggal 3 Maret sampai tanggal 10 Juni 2013. Program diawali dengan pre-test untuk mengetahui kemampuan hitung awal anak. Rata-rata nilai pre-test adalah 64. Nilai tersebut masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Untuk meningkatkan nilai yang masih di bawah KKM tersebut, tim menggunakan ragam permainan kreatif. Permainan yang kami gunakan adalah beberapa jenis permainan tradisional dan permainan hasil kreasi sendiri. Permainan tersebut diantaranya adalah Dakon, Pathilan, Nekeran, Kubuk Manuk, Kotak Poro-poro, Pasaran, “Carilah Aku!”, Bundaran Hitung Angka (Bundaran HA), “Salah? Coba Lagi!”, Angka Sempurna dan Pelangi Matematika. Rata-rata nilai yang diperoleh dari belajar melalui ragam permainan kreatif mulai dari Dakon=75,5, Nekeran= 76,8, Kubuk Manuk= 86,6, Kotak Poro-poro = 100, “Carilah Aku!”= 100, Bundaran Hitung Angka= 100, Angka Sempurna = 91,13, Pelangi Matematika = 92. Namun dalam permainan Pasaran dan “Salah? Coba Lagi!”, tim tidak memberikan nilai seperti pada permainan yang lainnya. Permainan Pasaran mengajarkan anak tentang mengenal uang dan bagainmana menggunakan uang. Dengan permainan Pasaran, tim mengamati bahwa anak mampu mengikuti permainan dengan baik.Kemudian permainan “Salah? Coba Lagi!”, mengajari anak untuk mampu berfikir kritis dalam mengatasi suatu masalah. Masalah yang dihadapkan pada anak berupa tim memberikan beberapa biji dan anak bertugas membagikan biji-biji tersebut pada kotak-kotak yang sudah tersedia. Apabila biji pada setiap kotak tidak sama, anak harus mencari cara agar setiap kotak berisi biji dengan jumlah yang sama. Dengan permainan “Salah? Coba Lagi!”, tim mengetahui bahwa anak sudah mampu mengatasi masalah tersebut dengan menambahkan atau mengurangkan jumlah biji maupunkotak.

Dalam rangka melibatkan orangtua dalam meningkatkan kegiatan belajar anak, tim melakukan sosialisasi kepada orangtua. Sosialisasi yang dilakukan ada dua jenis yaitu kunjungan ke rumah secara langsung dan mengumpulkan orangtua dan perangkat RW di tempat bimbingan. Kunjungan ke rumah dilaksanakan pada tanggal 24 dan 26 Mei. Sosialisasi tahap kedua dilaksanakan di tempat bimbingan belajar pada tanggal 9 dan 10 Juni 2013. Tanggal 9 Juni sosialisasi untuk orangtua peserta didik yang dimoderatori oleh ketua RW 08 dan ketua RT 32. Sosialisasi tersebut dihadiri oleh 14 orangtua sudah termasuk pengurus RT RW. Kemudian pada tanggal 10 Juni 2013 diadakan sosialisasi tahap ketiga sekaligus mengakhiri program dampingan belajar anak dengan ragam permainan kreatif di Jogoyudan, Kali Code.

D. Penutup

1.Kesimpulan

·Ragam permainan kreatif mampu meningkatkan kemampuan belajar hitung anak kelas 1,2 dan 3 SD di Jogoyudan, pinggiran Kali Code.

·Ragam permainan kreatif dapat meningkatkan minat dan motivasi orangtua untuk mendampingi anak dalam belajar.

2.Saran

·Kemampuan hitunganak bukan hanya berpatokan pada apa yang diperoleh anak di sekolah, namun orangtua harus menemukan alternatif lain dalam membeljarkan anaksalah satunya melalui ragam permainan kreatif. (Tim PKM-M, ragam Permainan Kreatif)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun