Mohon tunggu...
Nurfahmi Budi Prasetyo
Nurfahmi Budi Prasetyo Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis kalau lagi mood

Penguber kuliner, tertarik politik & penggila bola

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sesat Pikir Sandiaga Soal Emak-emak

16 September 2018   07:12 Diperbarui: 16 September 2018   08:15 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sandiaga Uno dan emak emak - foto: tribunnews.com

Data "emak-emak". Istilah populer akhir-akhir ini sebab ucapan Sandiaga Uno usai sah dipinang calon Presiden Prabowo Subianto untuk mendampinginya sebagai Wakil Presiden pada kontestasi pilpres 2019.

Data 'emak-emak' tak perlu validitas angka statistik. Tidak penting memakai ukuran survey tingkat harga di pasaran. Abaikan saja soal perhitungan riil antara ketersediaan barang pokok, kapasitas konsumsi dan komoditas setok yang kurang.

Kata Sandi --begitu akrab disapa- jumlah uang Rp 100 ribu hanya bisa dipakai "emak-emak" untuk belanja bawang dan cabai. Kalaupun dapat bonus tempe, tipisnya menyerupai kartu ATM.

Sandi pakai data 'emak-emak' mana?

Sepertinya Sandi lupa: dia lahir dan besar di kawasan elit. Setidaknya: Sandi kecil tak hidup serba kesulitan. Ayahnya adalah pegawai perusahaan raksasa minyak bumi milik negeri Paman Sam: Caltex (kini Chevron Pasific) dan ibundanya merupakan pakar kepribadian terkenal.

Rasanya --jika menilik latar kehidupan di tengah kondisi keluarga yang mapan-- Sandi tak pernah mencium bau anyir ikan, daging ayam dan genangan air selokan di pasar tradisional.

Sandi khilaf. Dia lulusan kampus ternama di Amerika Serikat. Gelar sarjana dan masternya diperoleh dari sana. Sandi mungkin tak ingat: dia bersekolah di lokasi elit sejak SD hingga SMA. Bahkan sekolah Sandi sewaktu SMA merupakan bergengsi pada zamannya.

Sandi klaim "emak-emak" untuk kepentingan politiknya? Jelas iya. Sandi tak paham bagaimana "emak-emak" mempersiapkan diri pagi hari berbelanja ke pasar. Sandi mungkin tak pernah melihat daftar belanjaan emak-emak ke pasar.

Kebodohan Sandi adalah mengklaim seolah paling mengetahui jenis komoditas pokok di pasar dan rentetan hargaya. Sandi tak pernah belanja ke pasar. Dia hidup serba mewangi sejak kecil hingga dewasa. Jauh dari suasana hingar bingar pasar tradisional di tempatnya tinggal yang elitis.

Nyatanya Rp 100 ribu amat cukup per harinya, bahkan bisa 2 hari, untuk belanja memenuhi kebutuhan pokok makan keluarga. Masih sewajarnya untuk harga sayuran, bawang, cabai, lengkuas, jahe, tomat ikan segar, daging. Silahkan cek data harganya di BPS.

Sandi mengklaim akan menggunakan data 'emak-emak'. Tapi Sandi hidup dalam kemilau elitis. Tolak ukur Sandi pakai sebagai perbandingan adalah daftar belanja 'emak-emak' sosialita di mol, hypermarket, paling tidak di supermarket. Pantas Rp 100 ribu amat minim belanja kebutuhan pokok diperoleh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun