Mohon tunggu...
Dr.Ari F Syam
Dr.Ari F Syam Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi, Praktisi Klinis,

-Staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM (@DokterAri) -Ketua Umum PB Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia (PEGI)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jangan Kebablasan ketika Kita Ingin Jadi Teman untuk Anak Kita

18 Maret 2018   22:02 Diperbarui: 18 Maret 2018   22:21 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Ada tulisan menarik dari Telegraph.co.uk edisi 15 Maret 2018 tentang pendidikan anak, mengingatkan saya atas peristiwa beberapa waktu yang lalu ketika orang tua tidak menerima anaknya dimarahi guru bahkan karena tidak terima anaknya dimarahi oleh gurunya  ada orang tua yang melakukan penganiayaan pada guru. 

Berita ini menjadi viral di media sosial berita seputar orang tua yang marah terhadap guru ternyata terus berulang. Urusan bela membela anak  ini juga terjadi di Eropa yang akhirnya menginspirasi seorang pakar pendidikan  menulis seputar hal tersebut.

Dalam tulisan tersebut yang menyitir tulisan pakar pendidikan UK  Dr Martin Stephen, principal dari _National Mathematics and Science College_ bahwa kadang kala peran orang tua sebagai teman terbaik buat anak-anaknya menjadi kebablasan. Ini terjadi di negara Eropa sana, orang tua yang memarahi wasit karena anaknya dikeluarkan dari lapangan olah raga karena melakukan pelanggaran.  

Orang tua mencari kambing hitam atas kesalahan  yang dilakukan anaknya. Menurut pakar pendidikan tersebut hal ini membuat perkembangan jiwa anak tersebut anak menjadi tidak terbiasa untuk membedakan mana yang baik dan benar. Anak akan mencari kambing hitam atas kesalahan yang dilakukan. Orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik buat anak-anaknya. 

Berbagai teori pendidikan juga menyatakan bahwa orang tua bisa berperan sebagai teman buat anak-anaknya  agar anak2 menjadi terbuka. Tetapi dalam melaksanakan peran sebagai teman tersebut kadang2 orang tua terlalu berlebihan. 

Mereka terlalu membela anak-anaknya atas kesalahan yang dilakukan anak-anaknya. Coba tanya kepada diri sendiri ketika anak kita ditegur oleh asisten rumah tangga atas kesalahannya apakah kita rela atau sebaliknya kita kembali memarahi asisten rumah tangga kita tersebut.

Mendidik anak memang tidak selalu mudah tujuan yang baik dilakukan dengan cara-cara yang tidak tepat bisa menjadi kontra produktif.

Anak-anak memang harus dilatih untuk siap bertanggung jawab atas kesalahan yang dibuatnya. Orang tua,  ayah dan ibu harus kompak atas keputusan atas anak-anaknya. Tidak boleh ada keputusan yang bertolak belakang diantara sesama orang tua yang akan membingungkan anak.

Di sisi lain saya ingat ketika mengantar anak-anak saya tanding Basket pertandingan antar klub beberapa minggu lalu. Pelatih basket memarahi anak2 asuhnya di depan orang tuanya dan orang tuanya termasuk juga saya hanya tersenyum karena memang anak saya wajar di marahi atau ditegor karena mainnya tidak sesuai instruksi pelatih. 

Hal ini baik juga untuk pelatih begitu juga baik untuk perkembangan anak2 kita jiwa sportif terus muncul di antara anak2 tersebut dan olah raga seperti basket bisa menjadi solusi bagaimana menumbuhkan jiwa sportif tersebut.

Sekali lagi tulisan pakar pendidikan di UK ini juga mengingatkan kepada kita semua bahwa orang tua memang dapat  menjadi teman terbaik buat anak-anaknya cuma kadang2 jangan  kebablasan ( #doing more harm than good).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun