Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter - Pejabat Otoritas Veteriner

Seorang Dokter Hewan | Pegiat Literasi | Pejabat Eselon III di Pemda

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Anjing Bukan Hewan Pangan, Stop Penjualan Daging Anjing

8 Januari 2024   05:48 Diperbarui: 8 Januari 2024   12:29 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hewan anjing, sebagai hewan kesayangan, anjing bukan merupakan hewan pangan (Sumber: Freepik.com)

Dunia veteriner (kehewanan) Indonesia kembali viral. Kali ini penyebabnya adalah keberhasilan polisi menggagalkan pengiriman 226 ekor anjing dari Subang, Jawa Barat, ke Solo Jawa Tengah pada Sabtu (6/1/2024) di pintu Tol Kalikangkung, Semarang.

Ironisnya, anjing yang terdiri dari 131 ekor jantan dan 95 ekor betina itu diangkut menggunakan Truk dan dalam kondisi mengenaskan, anjing dalam kondisi terbungkus di dalam karung dan diikat tali pada bagian mulut dan kakinya. Dari hasil penyelidikan sementara, anjing diperkirakan akan dijagal untuk kemudian dagingnya dijual dan dikonsumsi.

Atas kejadian ini, patut kiranya kita berikan apresiasi kepada jajaran Kepolisian Republik Indonesia, khususnya Polrestabes Semarang, Polda Jawa Tengah dan masyarakat (informan) dalam hal ini Komunitas Animals Hope Shelter Indonesia. Pasalnya, perdagangan anjing dengan dalih untuk dikonsumsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip kesejahteraan hewan.

Sebagaimana dikutip dari Tyas Yuniawati Suroto dan Ni Nengah Adiyaryani (Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2018), bahwa meski secara normatif, terjadi adanya kekosongan norma di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, mengenai penjualan daging anjing, namun melalui pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan fakta (The Fact Approach), pendekatan analisis konsep hukum (Analitical & Konseptual Approach) pelaku penjualan daging anjing dapat dijerat secara pidana.

Hal ini disebabkan karena perdagangan anjing dapat menimbulkan risiko kesehatan yang serius bagi masyarakat, terutama dalam penyebaran penyakit rabies. 

Di samping itu, kondisi tempat pemotongan hewan yang tidak sehat dan status kesehatan anjing yang tidak jelas juga memiliki dampak yang serius terhadap penularan penyakit dan pencemaran lingkungan. 

Selanjutnya, tindakan penganiayaan terhadap anjing juga merupakan suatu tindak pidana atau dapat dikatakan sebagai tindakan yang melawan hukum. Pasalnya perbuatan ini telah melanggar dari ketentuan di dalam Pasal 302 KUHP Tentang Penganiayaan Hewan dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga bulan, dan apabila penganiayaan tersebut menyebabkan hewan tersebut mati, maka pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.

Namun demikian, anjing sejatinya merupakan sahabat setia manusia dan tidak sepantasnyalah untuk dikonsumsi. Apalagi, anjing juga bukan kategori hewan ternak. Dengan alasan apapun, anjing merupakan hewan kesayangan, bukan hewan pangan.

Diduga Memalsukan Surat Pengantar Perjalanan Ternak

Di tengah viralnya kasus ini, ternyata yang membuat kita semakin prihatin adalah ditemukannya surat pengantar perjalanan ternak yang diterbitkan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Subang. Bahkan, tertera dalam surat yang ditandatangani oleh petugas bahwa hewan dinyatakan sehat. Padahal, faktanya beberapa anjing diketahui dalam kondisi sakit setelah turun dari truk.

Selain itu, surat palsu yang diduga berasal dari UPTD Pasar Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Subang itu juga menyalahi ketentuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun