Mohon tunggu...
Farhandika Mursyid
Farhandika Mursyid Mohon Tunggu... Dokter - Seorang dokter yang hanya doyan menulis dari pikiran yang sumpek ini.

Penulis Buku "Ketika Di Dalam Penjara : Cerita dan Fakta tentang Kecanduan Pornografi" (2017), seorang pembelajar murni, seorang penggemar beberapa budaya Jepang, penulis artikel random, pencari jati diri, dan masih jomblo. Find me at ketikanfarhan(dot)com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Awal Hari Kelabu

9 Mei 2020   15:46 Diperbarui: 9 Mei 2020   16:01 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Roni baru terbangun dari tidur malamnya yang tidak baik. Hubungan cintanya yang berjalan selama 3 tahun dengan Jihan harus kandas karena ketidakcocokan antara satu sama lain. Selama sebulan terakhir ini, Roni menganggap bahwa Jihan mulai tidak serius menjalani hubungan tersebut, sedangkan Jihan juga turut meragukan keseriusan Roni. Kolom chat di messenger malam tadi hanya berisi segala uneg-uneg bahkan tak lamunnya disertai juga dengan populasi binatang yang lewat di sana. 

"Kamu itu harus tahu karakterku kalo diseriusin itu seperti apa, Roni. Kamu itu aja yang selalu main-main sama aku."

"Kamu ga tau selama ini aku itu ingin menguji keseriusanmu? Ternyata, sifatmu seperti ini. Kamu sekarang malah chat ibuku, itu buat apa? Mau nyogok apa gimana?"

"Kok kamu jahat sih, Mas? Aku mau chat ibumu hanya tujuan silaturahmi doang. Kamu itu tega ya berpikir seperti ini."

"Jihan, menjauhlah dariku. Aku tidak ingin melihatmu lagi. Jangan paksakan itu."

Saat sahur, Roni kembali merenungi apakah keputusan untuk mengakhiri hubungan dengan Jihan adalah keputusan yang baik. Mereka berdua sudah saling mengenal hingga ke tingkat orang tua. Roni pernah ketemu ayah dan ibu Jihan, begitu juga sebaliknya. Namun, beberapa bulan terakhir ini, Roni merasa ada yang salah dengan hubungannya dengan Jihan, terutama saat Roni cerita soal kesukaannya dengan artis Jepang itu. Jihan mulai semakin dingin saat masuk ke chat, hingga akhirnya kebencian mereka mulai memuncak hingga malam tadi.

Pagi itu, Roni sudah siapkan sahur berupa sarden yang diperoleh dari bantuan Rumah Sakit tempatnya bekerja. Hari ini, Roni terjadwal untuk jaga siang di sebuah bangsal khusus pasien anak. Selama COVID-19 ini, kondisi Rumah Sakit benar-benar sulit, terutama ketika mereka dikhususkan untuk menggunakan APD saat berjaga, itu sudah cukup membuat Roni stress. Sudah hampir dua bulan keputusan ini ditetapkan, Roni masih belum bisa menerima fakta bahwa pandemi ini masih terjadi. Dia kangen untuk segera nongkrong di warung kopi dengan teman-teman kuliahnya dulu, atau sekadar naik motor ngalor ngidul sepulang shift jaga.

Suasana sahur kala itu terasa hambar dengan apa yang terjadi di malam itu. Memikirkan itu membuat segala kenangan manis bersama Jihan bermunculan, saat dimana mereka saling semangat untuk menggarap tugas akhir, saat mereka rutin ngechat untuk bangun sahur, atau saat mereka ngopi berdua membahas info-info terkini. Tak disangka, semua harus berakhir seperti ini. Gigitan demi gigitan terasa semakin hambar sehingga satu saat, Roni mulai merasa kenyang padahal masih separuh porsi makan yang ada di piring. Bukan sebuah porsi yang dia biasa makan.

15 menit menjelang imsak, Roni coba berjalan sejenak di sosial media, mencoba melepaskan diri dari kejadian malam itu, alih-alih bisa mengembalikan nafsu makan yang sempat hilang. Puluhan momen mengantri untuk dilihat dan jika mungkin, direspon. Ada yang berbagi kabar jumlah penyandang positif COVID-19 di Indonesia, ada yang berbagi hadits Ramadan, ada yang berbagi kegiatan produktif saat dirumahkan. Macam-macam lah pokoknya.

Perjalanan itu sontak berhenti pada akun teman kuliah Roni. Di situ, mereka sedang melakukan video call teleconference melalui Zoom yang sedang ramai-ramainya dibicarakan. Dia melihat siapa saja yang terlibat di acara itu, ternyata beberapa adalah teman tongkrongan biasa di warung kopi. Refleks langsung, Roni melihat sosial media lain untuk memastikan apakah ada undangan untuk video call waktu itu. Ternyata, tidak ada berita sama sekali. Mengetahui itu, Roni langsung terpukul, nafsu makannya semakin menurun, dan pikirannya mulai tidak sehat.

"Sepertinya, aku sudah tidak berarti di tongkrongan itu. Titik terluar dari lingkaran yang ada."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun