Mohon tunggu...
Farhandika Mursyid
Farhandika Mursyid Mohon Tunggu... Dokter - Seorang dokter yang hanya doyan menulis dari pikiran yang sumpek ini.

Penulis Buku "Ketika Di Dalam Penjara : Cerita dan Fakta tentang Kecanduan Pornografi" (2017), seorang pembelajar murni, seorang penggemar beberapa budaya Jepang, penulis artikel random, pencari jati diri, dan masih jomblo. Find me at ketikanfarhan(dot)com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kesempatan Kedua

13 November 2017   06:04 Diperbarui: 13 November 2017   06:07 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : ounews.co

Gunuang biaso timbunan kabukik, lurah biaso timbunan aia

Lakuak biaso timbunan sampah , lauik biaso timbunan ombak

Nan hitam tahan tapo, nan putiah tahan sasah

Di sasah bahabih aia, dikikih bahabih basi

OoOoOoOoOoOoO

Kutipan akhir dari Cerpen | Nostalgia Itu Bernama Kutukan

"ANDI! LO MEMANG TERLAHIR UNTUK JADI SAMPAH! INI HADIAH UNTUK BUAT LO!" 
Bang Haris kasih pukulan tepat di ulu hatiku. Mulutku mulai mengeluarkan darah. Ah, memang sudah saatnya untuk mati hari ini jika memang benar aku ditakdirkan untuk menjadi sampah. 
"ALLAHU AKBAR! LA ILLA HA ILALLAH! Sudah saatnya aku menghadapmu, Tuhan."

OoOoOoOoOoOoO

"ALLAHU AKBAR!"

Aku pun terbangun setelah harus mengalami mimpi buruk itu. Memang, pada beberapa periode dimana aku sakit, akan selalu ada mimpi buruk yang menghampiriku. Mimpi itu seolah menandai bahwa kondisiku sudah membaik. Tersadar dengan semua mimpi itu, aku pun menyadari bahwa sekarang sudah pukul 13.00. Yak, aku sudah melewati waktu Zuhur dan tinggal waktu 1 jam lagi untuk bertemu seorang teman untuk nongkrong serta meminta bimbingan materi.

Sejak dikeluarkan dari kampus yang lama akibat fitnah video asusila tersebut, aku pun merasa depresi. Aku sampai terpikir bahwa apakah memang kutukan dari Bang Haris itu benar adanya atau memang ini semua hanya kebetulan saja. Ah, sepertinya benar adanya. Butuh satu minggu bagiku untuk menceritakan itu ke orangtua. Aku bercerita sangat banyak sampai air mata berlinang membanjiri bantal ketika itu. Penyesalan tentu saja menjadi menu utama selama satu minggu itu. Antara kenapa aku bodoh sampai kenapa aku masih begitu baik ke semua orang tanpa berpikir apa yang terjadi kelak. Mungkin, aku sekarang ini sedang berada dalam titik nadir kehidupan tersebut. Aku pun merenung dan bertanya pada diri sendiri.

"Apakah masih ada kesempatan kedua bagiku?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun