Aku membuka lampiran yang dikirim oleh pihak kantor, dan, namaku tidak muncul di sana. Cukup menyedihkan ketika kita sudah persiapkan segala hal untuk proses lamaran kerja, mulai dari dokumen, tes minat dan bakat, serta wawancara dengan kata-kata yang menunjukkan kemantapan untuk menjadi bagian dari mereka. Dan, ternyata harus berakhir dengan penolakan. Penolakan itu pun terasa lebih menyakitkan ketika aku membaca bahwa nama "Riantino Zaman" diterima di The Indonesian Eyes.
Kenapa justru dia yang diterima? Ah...
OoOoOoOoOoOoO
Sekitar satu jam setelah Sholat Zuhur selesai dilaksanakan, aku mendapat telpon dari seseorang, yang ternyata adalah Tino.
"Halo, Bro Andi. Lo sudah baca belum email dari The Indonesian Eyes?"
"Sudah, kok. Selamat ya lo sudah diterima di sana. Â Lo memang hebat, bro!"
"Hah? Selamat? Harusnya dari dulu kali lo bilang gue hebat. Udah gue bilang, mana mau The Indonesian Eyes menerima buangan kita? Gue juga bilang kali ke Bang Ari buat ga ngelolosin lo. Gue ceritain banyak soal kisah lama lo. Intinya, dengan Bang Ari tau kisah buruk lo, lo udah ga bisa lagi jadi bagian dari media manapun. Udah lah, jangan gabung lagi jadi penulis. Lo itu udah kena kutukannya si Haris! Tau ga?"
"Iya, Bro."
"Eh, ini gue lagi bersama si Haris ini. Dia mau bicara sama lo."
"Mana?"
"HALO BRO ANDI! LO GA LOLOS YA? UDAH GUE BILANG.. KUTUKAN ITU MASIH MANJUR SAMPE SEKARANG. GUE GA MAU NARIK LAGI! HAHAHA! MUNGKIN GUE TARIK LAGI KALO LO UDAH BUNUH DIRI KALI YA. HAHAHA!"